A.
Pendahuluan
Ajaran tentag ide-ide merupakan inti dan dasar seluruh filsafat
Plato. Untuk mengartikan maksud Plato dengan istilah “Ide” terlebih dahulu kita
harus menekankan bahwa Plato mempunyai maksud lain dari pada arti yang di
maksudkan orang muderen. Dengan kata “Ide” Dalam
bahasa-bahasa mederen kata “Ide” berarti suatu gagasan atau tanggapan yang
hanya terdapat dalam pemikiran saja. Konsekoensi-nya bagi
orang muderen Ide
merupakan sesuatu yang bersifat subjektif belaka. Lain halnya menurut Plato,
Menurutnya ide adalah merupakan sesuatu yang objektif. Ada ide-ide terlepas
dari subjek yang berfikir. Ide-ide tidak diciptakan oleh pemikiran kita.
Ide-ide tidak tergantung pada pemikiran: sebaliknya, pemikiran tergantung pada ide-ide
justru karena ide-ide yang berdiri sendiri, pemikiran kita dimungkinkan.
Pemikira itu tidak lain dari pada menaruh perhatian kepada ide-ide itu.[1]
Dan juga masalah Dunia edia dan Etika, yang akan di bahas pada makalah ini,
B.
Pembahasan
A.
Sejarah
Plato
Plato adalah filosof yunani yang memiliki banyak karnya-karyanya
yang masih utuh. Ia dilahirkan dari keluarga
yang terkemuka, dari kalangan politis.semula ia ingin bekerja sebagai seprang
politikus, akan tetapi kematian sokrates
memadamkan ambisinya untuk menjdi seorang politikus.selama 8 tahun ia menjadi
murid Sokrates. Ia banyak pepergian sampai
ke Italia dan Sisilia. Setelah kembali dari pengembaraannya, ia mendirikan
sekolah Akademi ( dekat kuli pahlawan Akademos). Maksud Plato mendirikan
sekolah itu untuk memberikan pendidikan yang intensip dalam ilmu pengetahuan
dan filsafat. Ia meminpin Akademi itu selama 40 tahun.
Banyak sekali hasil karyanya yang masih utuh lengkap. Kesukarannya,
terletak disini, bahwa sukar untuk membedakan antara hasil karyanya yang asli
tetapi yang dikatakan sebagai ditulis olehnya. Barangkali pembagian yang
mendekati kebenaran adalah pembagian yang didasarkan atas patokan lahiriah,
dalam lima kelompok, yaitu: karyanya ketika ia masih muda, karyanya pada tahap
peralihan, karyanya yang mengenai idea-idea,karyanya pada tanhap kritis dan
karya-karynya pada masa tuanya, diantara buku-buku yang dtulisnya ialah:
Apologia, Politia dll. Kecuali beberapa buah karyanya, pada umumnya tulisannya
disusun dalam bentuk dialog.[2]
B.
Teore
Tentang Etika
Membahas tentang Etika Plato tanpa mengaitkannya dengan
teori Ide merupakan teori yang tidak lengkap. Menurut plato, tujuan hidup
manusia ialah kehidupan yang senang dan bahagia, dan manusia harus mengupayakan
kesenangan dan kebahagiaan hidup itu. Barang kali kita pun sepakat dengan
pendapat plato tersebut, walaupun kebahagiaan dalam persepsi kita mungkin
berbeda-beda. Misalnya ada yang mempersepsikan kebahagiaan itu dengan
kebahagiaan memiliki harta, tahta, dan wanita. Atau kebahagiaan berupa kekayaan
bathin, keimanan kepada Tuhan dan yang lain sebagainya. Namun menurut plato
kebahagiaan dan kesenangan hidup harus di lihat dalam hubungan kedua dunia.
Yaitu di samping kebahagiaan Indrawi yang lebih penting lagi adalah kebahagiaan
yang hakiki yang berkaitan erat dengan batin yaitu dunia “Ide”. oleh karena itu
untuk memenuhi tuntutan kebahagiaan dalam dunia ide manusia harus senantiasa
berbuat hal-hal yang baik, karena dunia yang sebenarnya menurut plato adalah
dunia Ide, jadi segala ide tentang kebaikan dan kebajikan adalah sebagai ide
yang tertinggi yang ada di dunia Ide.
Saat filsafat plato sampai kepada
kesimpulan bahwa kebaikan dan kebajikan adalah sebagai ide tertinggi di dunia
ide, kita teringat akan Tuhan, Tuhan adalah puncak dari segala kebaikan dan
kebajikan yang selalu menuntun dan menunjukkan jalan yang lurus dan terbaik
bagi kita. Bila di atas telah di tuliskan bahwa dunia yang sebenarnya menurut
plato adalah dunia Ide, maka bagi Plato dunia realitas (indrawi) hanyalah
kenyataan yang ada dalam bayangan atau lebih jelasnya bahwa dunia indrawi ini
hanyalah tiruan dari dunia yang menurut plato dunia yang sebenarnya yaitu dunia
“Ide”.
Manusia sebagai makhluk Etikal hanya sementara
berada di dunia indrawi, dan selama manusia berada di dunia Indrawi tersebut. menurut Plato “manusia selalu rindu
untuk naik keatas yaitu dunia Ide”. dia rindu kebaikan tertinggi, oleh karena
itulah meskipun manusia itu mungkin berbuat yang tidak baik, namun nurani
selalu menimbang, nurani akan selalu mengetahui bahwa perbuatan-perbuatan yang
tidak baik itu tidak pantas kita perbuat, dan kita sadari atau tidak. nurani kita akan selalu menolaknya Agar
manusia itu siap kembali kedunia ide, maka Selama ia hidup di dunia indrawi ia
harus memiliki pengetahuan yang disempurnakan oleh pengertian yang
seluas-luasnya dan yang sedalam-dalamnya, mengupayakan semaksimal mungkin untuk
meraih pengetahuan yang benar yang disebut ilmu kebijaksanaan dan berbudi baik
(Etika). Pengetahuan yang benar itu akan menuntun seseorang kepada
kebijaksanaan dan berbudi baik dan sampai kepada pengenalan akan Ide-Ide yang
merupakan kebenaran yang sejati.
Berbuat baik kata Plato akan
mendatangkan kesenangan yang tak terlukiskan, mereka itulah yang walaupun
berada di dunia Indrawi akan sanggup hidup seolah-olah berada di dunia Ide yang
menghadirkan ide-ide tentang kebaikan dan kebajikan di tengah-tengah kehidupan
dunia, dan seperti yang telah kita ulas diatas, bahwa predikat pencapayan dua Ide ini hanya dapat di peroleh
melalui pengetahuan dan akal budi yang luhur.[3]
C.
Teore
Tentang Idea
Idea (bhs. Yunani,
idea, bentuk, atau pola) yang mana
dalam kamus Filsafat mempunya
beberapa arti diantaranya,
a)
Segala
sesuatu yang merupakan isi (objek, pokok) kesadaran; suatu tindak kesadaran.
b)
Sebuah
banyangan atau gambaran mental tentang sesuatu.
c)
Keserupaan,
representasi, atau esensi yang nyata dari sesuatua yang menjelma dalam sebuah
objek dan di cerap oleh akal.
d)
Perhatian,
pemikiran, kesan mental, atau konsep umum.
e)
Sesuatu
yang dihayalkan difiksikan, atau dibayangkan.
f)
Sebuah
keyakinan pendapat, dugaan, atau doktrin yang dipegang.
g)
Sesuatu
yang dirancang atau diniyatkan untuk terjadi, seperti rencana.
h)
Sebuah
arketip, ideal, atau pola yang diteladani[4]
Dalam masalah idea demikianlah plato berhasil menjembatani
pertentangan yang ada antara Herakleitos.( Heraclitus of Ephesus, 540-475
SM, filosuf yunani yang di kenal sebagai “filosuf perubahan” “filosuf
dalam gelap” “filosuf yang
menanges” “dan sinting” setelah Heraclitus[5] ) yang menyangkal tiap perhentian, dan permanides. Yang menyangkal
tiap gerak dan perubahan. Yang tetap, yang tidak berubah. Yang kekal itu
menurut plato disebut “Idea”.
Bagi plato idea bukanlah gagasan yang hanya terdapat di dalam
pikiran saja. Yang bersifat subjektif. Idea ini bukan gagasan yang di buat
manusia, yang ditemukan manusia, sebab idea ini bersifat objektif, artinya
berdiri sendiri, lepas dari subjek yang berfikir, tidak tergantung pada
pemikiran manusia, akan tetapi justru sebaliknya. Idealah yang memimpin pikiran
manusia. Tiap orang berbeda dengan orang lain, tidak ada dua orang yang presis
sama. Akan tetapi dua-duanya sama-sama manusia. Hal ini disebabkan karena tiap
manusia mendapat bagian dari pada idea manusia. Tiap manusia mengungkpkan
dengan cara masing-masing idea manusia yang bersifat umum itu. Idea manusia ini
bersifat kekal, tidak berubah, akan tetapi idea
ini tidak bisa di ungkapkan secara sempurna pada tiap-tiap manusia. Segala
sesuatu yang kita ketahui melalui pengamatan, yang beranikaragam
dan serba berubah itu adalah pengungkapan idea-ideanya, yang adalah gambaran
asliny, atau pola aslinya. Jadi tiap pengamatan mengengatkan kita kembali
kepada idea-idea dari hal yang dimatikan.
Perbedaan antara Sokrates dan plato tentang masalah idea. Adalah
demikian: Sokrtes mengusahakan adanya definisi tentang hal yang bersifat umum
guna menentukan hakekat atau esensi segala sesuatu karena ia tidak puas dengan
mengetahui hanya tindakan-tindakan atau perbuatan-perbuatan satu persatu saja.
Plato merumuskan usaha itu secara lebih maju lagi dengan mengemukakan, bahwa
hakikat atau esensi segala sesuatu bukan hanya sebutan saja. Tetapi memiliki
kenyataan yang lepas dari pada sesuatu yang berbeda secara kongkrit, yang ia
sebut idea. Idea itu nyata ada di dalam duia idea.[6]
D.
Dunia
Edea
Jadi macam-macam dunia itu ada dua. Yaitu dunia ini, yag serba berubah
dan serba Jamak, dimana tiada hal yag sempurna didunia
ini, dunia yag diamati dengan indra yang bersifat indra, yang bersifat indrawi,
dan dunia idea, dimana tiada perubahan, tada
kejamakan (dalam arti ini. Bahwa yang baik hanya satu, yang adil hanya satu dan
yang indah hanya satu saja) yang bersifat kekal
Hubunga antara kedua dunia itu adalah
bahwa idea-idea dari dunia atas itu hadir dalam benda yang kongkrit (misalnya:
idea manusia berada pada tiap manusia dan setrusnya,) dan dunia bawah adalah
sebaliknya dunia atas, yaitu benda-benda itu berpartisipasi dengan
idea-idea-nya arinya mengambil bagian dalam idea-nya. Bukan hanya idea
satu saja, melainkan dapat juga lebih, (misalnya: bunga bagus , berpartisipasi
dengan idea bunga dan idea bagus.) dengan demikia idea-idea itu berfungsi
sebagai mudal atau contoh benda-benda yang kita amati di dalam dinia ini.
Telah kami singgung diatas bahwa didalam dunia idea tiada kejamakan.
Dalam arti ini bahwa “yang baik” hanya satu saja, dan seterusnya, sehigga tiada
bermaca-macam “yang baik” akan tetapi ini tidak
berarti bahwa dunia idea itu hanya terdiri satu idea saja, ada banyak idea oleh
karena itu dilihat dari segi lain-nya harus juga
dikatakan bahwa ada kejamakan, ada bermaca-macam idea. Idea manusia, binatang,
dan lain sebagainya. Idea yang satu dihubungkan dengan idea yang lain.
(misalnya seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa idea bunga dikaitkan
dengan bagus, idea api dikaitkan dengan idea panas, dan sebagainya.) hubungan
dengan idea-idea ini disebut “Koinonia” (persekutuan).
Didalam dunia idea itu ada juga hierarki, misalnya idea anjing termasuk idea.
temasuk idea binatang menyusui, termasuk idea binatang, termasuk idea mahluk, dan
juga seterusnya dan segala idea itu jikalau disusun secara hirarkis memiliki
idea “yang baik” sebagai puncaknya yang menyenari segala idea.[7]
E.
Negara
Edeal
Membicarakna tentang Negara yang adalah puncak
filsafat Plato, bahwa Plato menekankan kepada kebenaran yang di luar dunia ini,
hal itu tidak berarti bahwa ia bermaksud melarikan diri dari dunia. Dunia
yang kongkrit ini dianggap penting juga, hanya saja hal yang sempurna tidak
dapat dicapai di dunia ini, namun kita harus berusaha hidup sesempurna mungkin
dalam hal ini tampak jelas ajarannya tentang Negara.
Persoalan pokok di dalam Negara ialah keselamatan para orang yang
diperintah, bukan keselamatan para orang yang memerintah. Para orang yang
memerintah harus mempersembahkkan hidup mereka bagi pemerintahan, dengan
mengorbankan kepentingan diri sendiri.
Ø Menurut Plato, golongan-golongan di dalam Negara yang Ideal harus
trdiri dari tiga bagian:
1)
Golongan
yang tertinggi, yang terdiri dari para yang mem\\erintah,
yang oleh Plato disebut para penjaga, yang sebaiknya terdiri dari para orang
bijak (filusuf), yang mengetahui apa yang baik. Kebajikan golongan ni adalah
kebijaksanaan.
2)
Golongan
pembantu yaitu para perajurit, yang bertujuan menjamin keamanan, menjamin
ketaatn warga Negara kepada pimpinan para penjaga. Kebajikan mereka adalah
keberanian.
3)
Golongan
terendah, yang terdiri dari rakyat biasa, para petani, dan tukang serta para
pedagang, yang harus menanggung hidup ekonmi Negara. Kebajikan mereka adalah
pengendalian diri.
C.
Kesimpulan
Jadi bagi
plato idea bukanlah gagasan yang hanya terdapat di dalam pikiran saja. Melainkan
hal yang bersifat subjektif. Idea ini bukan gagasan yang di buat manusia, akan
tetapi yang ditemukan manusia, sebab idea ini bersifat objektif, (artinya
dengan berdirinya sendiri), lepas dari subjek yang berfikir, tidak tergantung
pada pemikiran manusia, akan tetapi justru sebaliknya. Idealah yang memimpin
pikiran manusia. karena tiap orang berbeda dengan orang lain, tidak ada dua
orang yang persis sama. Akan tetapi dua-duanya sama-sama manusia. Hal ini
disebabkan karena tiap manusia mendapat bagian dari pada idea manusia.
Dan jika Persoalan pokok di dalam Negara Sebenarnya Plato pernah mendapat
kesempatan untuk merealisasikan pemikirannya tentang Negara ideal yaitu antara
tahun 367-361 SM, di Sirakusa, Sisilia. Pada waktu itu Plato mengajar Dionisius
II, yang terkenal sebagai raja Tirani muda, Plato benar-benar ingin
merealisasikan filsafatnya tentang Negara dan pemerintahan, bahkan ia
berpendapat bahwa kesengsaraan didunia tidak akan berakhir sebelum filosof
menjadi raja atau raja-raja menjadi filosof. Akan tetapi, ajaran Plato yang
dititikberatkan kepada pengertian moral dalam segala perbuatan, lambat laun
menjemukan Dionysios. Yang lebih mengerikan filsafat Plato dituding sebagai
ajaran yang membahayakan bagi kerajaanya. Plato pun akhirnya ditangkap dan
dijual sebagai budak.[8]
D.
Daftar Pustaka
-Dr Harun Hadiwjono, Sejarah filsafat barat, penerbitb:KANISIUS,
jokjakarta
- Prf Dr, K. Bertens, Sejarah
Filsafat Yunani, penerbitb:KANISIUS, jokjakarta
-Tim penulis, Rosda “KAMUS FILSAFAT” penerbit “PT Remaja
Rosdakarya-Bandung.pengantar, Jaladuddin Rakhmat, Thn 1995
-Atang
Abdul Hakim, M.A., Filsafat Umum: Dari
Metologi Sampai Teofilosofi, Pustaka Setia, Bandung: 2008,
-http://siligawangadangnauli.blogspot.com/2009/06/filsafat-plato-tentang-idealisme-dan.etika.com
Cafer Makalah
Makalah
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Barat
Oleh:
Siti
Robilah Hayaty
1110033100034
Amirul
Muttaqin
1110033100056
JURUSAN
AKIDAH FILSAFAT
FAKULTAS
USHULUDDIN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011
M.
[1]
Prf Dr, K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, penerbitb:KANISIUS,
jokjakarta, Hal, 129
[2] Dr
Harun Hadiwjono, Sejarh filsafat barat, penerbitb:KANISIUS, jokjakarta,
hal 38-39
[3] http://siligawangadangnauli.blogspot.com/2009/06/filsafat-plato-tentang-idealisme-dan.etika.com
[4]
Tim penulis, Rosda “KAMUS FILSAFAT” penerbit “PT Remaja
Rosdakarya-Bandung. Thn 1995, hal 145
[5]
Tim penulis, Rosda “KAMUS FILSAFAT” penerbit “PT Remaja Rosdakarya-Bandung.
Thn 1995, hal 137
[6] Dr
Harun Hadiwjono, Sejarh filsafat barat, penerbitb:KANISIUS, jokjakarta,
hal 40-41
[7] Dr
Harun Hadiwjono, Sejarh filsafat barat, penerbitb:KANISIUS, jokjakarta,
hal 41
[8]
Atang Abdul Hakim, M.A., Filsafat Umum:
Dari Metologi Sampai Teofilosofi, Pustaka Setia, Bandung: 2008, hal. 192.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar