A.
PENDAHULUAN
Bani Abbasiyah atau Kekhalifahan Abbasiyah adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang
ibu kota Irak). Kekhalifahan
ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan
dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia
.
Kekhalifahan ini berkuasa setelah direbutnya tampuk kekuasaan dari Bani
Umayyah dan menundukan semua wilayahnya
kecuali Andalusia. Kekuasaan dinasti Bani Abbas, atau khilafah Abbasiyah,
sebagaimana disebutkan melanjutkan kekuasaan dinasti bani umayah, dinamakan
khilafah abbasiyah karena para pendiri dan penguasa dinasti ini adalah
keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Bani Abbasiyah dirujuk kepada
keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda,
yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena
itu mereka juga termasuk ke dalam Bani
Hasyim.
Maka dari itu kami ingen menjelaskan latar belakang berdirinya Bani
Abbasiyah, khalifah-khalifahnya, masa kejayaaan dan bukti kejayaannya, dan faktor-faktor
runtuhnya dinasti tersebut.
B.
LATAR BELAKANG
Bani Abbasiyah berdiri pada tahun 132 H / 750 M, Bani Abbasiyah
terbentuk karena Bani Hasyim sudah tidak tahan dengan kekacauan, dan penindasan
yang terjadi pada saat itu oleh Bani Umayyah. Oleh karena itu Bani Hasyim
secara diam-diam membentuk suatu gerakan rahasia untuk menumbangkan bani
umayyah gerakan ini terdiri dari: [1]
1)
Keturunan
Ali ( Alawiyin) pemimpinnya Abu Salamah
2)
Keturunan
Abbas ( Abbasiyah) pemimpinnya Ibrahim Al-Imam
3)
Keturnan
bangsa Persia pemimpinnya Abu Muslim Al-Khurasany
Dinamakan Abbasiyah karena para pendiri dan para penguasa dinasti
ini adalah keturunan Al-Abbas paman Nabi Muhammad SAW. Kekuasaan yang
berlangsung cukup lama ini dimulai dari tahun 132 H ( 750 M) - 656 H ( 1258 M
).
Bani Abbasiyah memiliki corak pemerintahan yang berbeda-beda sesuai
dengan perubahan sosial, politik dan budaya dan perubahan corak itu terbagi menjadi
lima periode:[2]
1)
Periode
pertama ( 132 H/ 750 M- 232 H/ 847 M ), disebut periode pengaruh Persia
pertama.
2)
Periode
kedua ( 232 H/ 847 M -334 H / 945 M ) disebut pengaruh turki pertama.
3)
Periode
ketiga ( 334 H/ 945 M-447 H/ 1055 M ), masa kekuasaan dinasti Buwaih dalam
pemerintahan khlifah abbasiyah periode ini disebut juga masa pengaruh Persia
kedua.
4)
Periode
keempat ( 447 H/ 1055 M-590 H/ 1194 M),
masa kekuasaan dinasti Bani saljuk dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah
biasanya disebut juga dengan masa pengaruh turki kedua.
5)
Periode
kelima (590 H/1194 M-656 H/1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh dinasti
lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad.
Pada periode pertama pemerintahan bani abbas mencapai masa
keemasannya, para khalifah merupakan tokoh yang kuat dan merupakan pusat
kekuasaan politik dan agama. Disisi lain masyarakat mencapai tingkat kemakmuran
tertinggi, periode ini merupakan persiapan dan landasan bagi perkembangan
filsafat dan ilmu pengetahuan dalam islam. Namun setelah periode ini berakhir,
pemerintahan bani abbas mulai menurun dalam bidang politik, tapi filsafat dan
ilmu pengetahuan terus dan semakin berkembang.[3]
C.
MASA PEMERINTAHAN
Masa pemerintahan Abu al-Abbas sangat singkat yaitu dari tahun 750
M-754M. Namun, pembina sebenarnya adalah Abu Jafar al-Mansur(754 M-775M). dia
dengan keras menghadapi lawan-lawannya dari Bani Umayah, Khawarij, dan juga
Syi’ah yang merasa dikucilkan dari kekuasaan.
Pada mulanya ibukota Negara adalah al-Hasyimiyyah, dekat Kuffah. Namun,
untuk lebih memantapkan dan menjaga stabilitas Negara yang baru berdiri itu,
al-Mansur memindahkan ibukota Negara kekota yang baru dibangunnya, yaitu
Baghdad tahun 762 M. di ibukota yang baru ini al-Mansur melakukan konsolidasi
dan penertiban pemerintahan dia mengangkat sejumlah personal untuk menduduki
jabatan dilembaga eksekutif dan yudikatif. Al-Mansur menciptakan banyak
perubahan dibidang pemerintahan seperti mengangkat Wazir sebagai coordinator
departemen, membentuk lembaga protocol Negara, sekretaris Negara, dan
kepolisian negara, dan masih banyak lagi perubahan yang dilakukan pada masa
pemerintahan al-Mansur.
D.
KHALIFAH-KHALIFAH BANI ABBASIYAH
khalifah Abbasiyah di Baghdad[4]
- Abu al-Abbas al-Saffah 750-754
- Al-Mansur 754 – 775
- Al-Mahdi 775 – 785
- Al-Hadi 785 – 786
- Harun al-Rashid 786 – 809
- Al-Amin 809 – 813
- Al-Ma'mun 813 – 833
- Al-Mu'tasim 833 – 842
- Al-Wathiq 842 – 847
- Al-Mutawakkil 847 – 861
- Al-Muntasir 861 – 862
- Al-Musta'in 862 – 866
- Al-Mu'tazz 866 – 869
- Al-Muhtadi 869 – 870
- Al-Mu'tamid 870 – 892
- Al-Mu'tadid 892 – 902
- Al-Muktafi 902 – 908
- Al-Muqtadir 908 – 932
- Al-Qahir 932 – 934
- Ar-Radi 934 – 940
- Al-Muttaqi 940 – 944
- Al-Mustakfi 944 – 946
- Al-Muti 946 – 974
- At-Ta'i 974 – 991
- Al-Qadir 991 – 1031
- Al-Qa'im 1031–1075
- Al-Muqtadi 1075–1094
- Al-Mustazhir 1094–1118
- Al-Mustarshid 1118–1135
- Ar-Rashid 1135–1136
- Al-Muqtafi 1136–1160
- Al-Mustanjid 1160–1170
- Al-Mustadi 1170–1180
- An-Nasir 1180–1225
- Az-Zahir 1225–1226
- Al-Mustansir 1226–1242
- Al-Musta'sim 1242–1258
khalifah Abbasiyah di Kairo
- Al-Mustansir 1261–1262
- Al-Hakim I (Kairo) 1262-1302
- Al-Mustakfi I dari Kairo 1303-1340
- Al-Wathiq I 1340-1341
- Al-Hakim II 1341-1352
- Al-Mu'tadid I 1352-1362
- Al-Mutawakkil I 1362-1383
- Al-Wathiq II 1383-1386
- Al-Mu'tasim 1386-1389
- Al-Mutawakkil I (dikembalikan) 1389-1406
- Al-Musta'in 1406-1414
- Al-Mu'tadid II 1414-1441
- Al-Mustakfi II 1441-1451
- Al-Qa'im 1451-1455
- Al-Mustanjid 1455-1479
- Al-Mutawakkil II 1479-1497
- Al-Mustamsik 1497-1508
- Al-Mutawakkil III 1508-1517
E.
MASA KEJAYAAN DAN BUKTI KEJAYAANNYA
Kalau dasar-dasar pemerintahan daulah Abbasiyah diletakkan dan
dibangun oleh Abu al-Abbas as-Saffah dan al-Manshur, maka puncak keemasan dari
dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu al-Mahdi (775-785 M), al-Hadi (775- 786 M), Harun
Ar-Rasyid (786-809 M), al-Ma'mun (813-833 M), al-Mu'tashim (833-842 M), al-Watsiq (842-847 M), dan al-Mutawakkil (847-861 M).
Pada masa al-Mahdi perekonomian
mulai meningkat dengan peningkatan di sektor pertanian melalui irigasi dan
peningkatan hasil pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali
itu dagang transit antara Timur dan Barat juga banyak membawa kekayaan. Bashrah menjadi
pelabuhan yang penting.
Popularitas daulah Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah Harun
Ar-Rasyid Rahimahullah (786-809 M) dan
puteranya al-Ma'mun (813-833 M). Kekayaan negara banyak dimanfaatkan Harun al-Rasyid
untuk keperluan sosial, dan mendirikan rumah sakit, lembaga pendidikan dokter,
dan farmasi. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar 800orang dokter.
Disamping itu, pemandian-pemandian umum juga dibangun. Kesejahteraan, sosial,
kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan serta kesusasteraan
berada pada zaman keemasannya. Pada masa inilah negara Islam menempatkan dirinya sebagai negara terkuat dan tak tertandingi.
Al-Ma'mun,
pengganti Harun Ar-Rasyid, dikenal sebagai khalifah yang sangat cinta kepada
ilmu filsafat. Pada masa pemerintahannya, penerjemahan buku-buku asing
digalakkan. Untuk menerjemahkan buku-buku Yunani, ia menggaji penerjemah-penerjemah dari
golongan Kristen dan
penganut agama lain yang ahli (wa laa haula wa laa quwwata illaa billaah).
Ia juga banyak mendirikan sekolah, salah satu karya besarnya yang terpenting
adalah pembangunan Baitul-Hikmah, pusat penerjemahan yang berfungsi sebagai
perguruan tinggi dengan perpustakaan yang besar. Pada masa Al-Ma'mun inilah Baghdad mulai
menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan.
Al-Mu'tasim, khalifah berikutnya (833-842 M), memberi
peluang besar kepada orang-orang Turki untuk masuk dalam pemerintahan, keterlibatan
mereka dimulai sebagai tentara
pengawal. Tidak seperti pada masa Daulah Umayyah,
dinasti Abbasiyah mengadakan perubahan sistem ketentaraan.
Praktek orang-orang muslim
mengikuti perang sudah terhenti. Tentara dibina secara khusus menjadi
prajurit-prajurit profesional. Dengan demikian, kekuatan militer dinasti Bani
Abbas menjadi sangat kuat. Walaupun demikian, dalam periode ini banyak
tantangan dan gerakan politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan
Bani Abbas sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan itu seperti gerakan sisa-sisa
Bani Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di Afrika Utara, gerakan Zindiq di Persia, gerakan Syi'ah, dan konflik antar bangsa dan aliran pemikiran
keagamaan, semuanya dapat dipadamkan.
Dari
gambaran di atas Bani Abbasiyah pada periode pertama lebih menekankan pembinaan
peradaban dan kebudayaan Islam
daripada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Abbas dan Bani Umayyah. Disamping itu, ada pula ciri-ciri menonjol
dinasti Bani Abbas yang tak terdapat di zaman Bani Umayyah.[5]
- Dengan berpindahnya ibu kota ke Baghdad, pemerintahan Bani Abbas menjadi jauh dari pengaruh Arab Islam. Sedangkan dinasti Bani Umayyah sangat berorientasi kepada Arab Islam. Dalam periode pertama dan ketiga pemerintahan Abbasiyah, pengaruh kebudayaan Persia sangat kuat, dan pada periode kedua dan keempat bangsa Turki sangat dominan dalam politik dan pemerintahan dinasti ini.
- Dalam penyelenggaraan negara, pada masa Bani Abbas ada jabatan wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen. Jabatan ini tidak ada di dalam pemerintahan Bani Umayyah.
Sebagaimana
diuraikan di atas, puncak perkembangan kebudayaan dan pemikiran Islam terjadi
pada masa pemerintahan Bani Abbas. Akan tetapi, tidak berarti seluruhnya
berawal dari kreativitas penguasa Bani Abbas sendiri. Sebagian di antaranya
sudah dimulai sejak awal kebangkitan Islam. Dalam bidang pendidikan, misalnya,
di awal Islam, lembaga pendidikan sudah mulai berkembang. Ketika itu, lembaga
pendidikan terdiri dari dua tingkat:[6]
- Maktab/Kuttab dan masjid, yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar-dasar bacaan, hitungan dan tulisan; dan tempat para remaja belajar dasar-dasar ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fiqh dan bahasa.
- Tingkat pendalaman, dimana para pelajar yang ingin memperdalam ilmunya, pergi keluar daerah menuntut ilmu kepada seorang atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang dituntut adalah ilmu-ilmu agama. Pengajarannya berlangsung di masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa pendidikan bisa berlangsung di istana atau di rumah penguasa tersebut dengan memanggil ulama ahli ke sana
Tokoh-tokoh
terkenal dalam bidang filsafat, antara
lain al-Farabi, Ibnu
Sina, dan Ibnu
Rusyd. Al-Farabi banyak menulis buku tentang
filsafat, logika, jiwa, kenegaraan, etika dan interpretasi terhadap filsafat Aristoteles. Ibn Sina juga banyak mengarang buku tentang
filsafat, yang terkenal di antaranya ialah asy-Syifa'. Ibnu Rusyd yang
di Barat lebih dikenal dengan nama Averroes, banyak
berpengaruh di Barat dalam bidang filsafat, sehingga di sana terdapat aliran
yang disebut dengan Averroisme. Pada masa kekhalifahan ini, dunia Islam
mengalami peningkatan besar-besaran di bidang ilmu pengetahuan. Salah satu
inovasi besar pada masa ini adalah diterjemahkannya karya-karya di bidang
pengetahuan, sastra, dan filosofi dari Yunani, Persia, dan Hindustan.
F. FAKTOR-FAKTOR KEMUNDURAN ATAU RUNTUHNYA DINASTI
ABBASIYAH
Demikianlah
kemajuan politik dan kebudayaan yang pernah dicapai oleh pemerintahan Islam pada masa klasik, kemajuan yang tidak ada
tandingannya di kala itu. Pada masa ini, kemajuan politik berjalan seiring
dengan kemajuan peradaban dan kebudayaan, sehingga Islam mencapai masa
keemasan, kejayaan dan kegemilangan. Masa keemasan ini mencapai puncaknya
terutama pada masa kekuasaan Bani Abbas periode pertama, namun setelah periode
ini berakhir, peradaban Islam juga mengalami masa kemunduran. Wallahul
Musta’an. Faktor-faktor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abbas pada
masa ini, sehingga banyak daerah memerdekakan diri, adalah:
- Persaingan antar bangsa yang terjadi pada masa itu dipicu oleh pemerintahan Bani Abbas yang tetap mempertahankan persekutuan dengan orang-orang Persia. Akibat dari kebijakan yang lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada politik itu, propinsi-propinsi tertentu dipinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abbas, dengan berbagai cara di antaranya pemberontakan yang dilakukan oleh pemimpin lokal dan mereka berhasil memperoleh kemerdekaan penuh.
- Terjadinya perebutan kekuasaan dipusat pemerintahan Bani Abbasiyah, para khalifahnya dibiarkan tetap menjabat sebagai khalifah, hal itu terjadi karena khalifah sudah dianggap sebagai jabatan keagamaan yang sacral dan tidak bisa diganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan dapat didirikan dipusat maupun didaerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka.
- Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran di bidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran di bidang politik. Pada periode pertama, pemerintahan Bani Abbas merupakan pemerintahan yang kaya. Dana yang masuk lebih besar dari yang keluar, sehingga Baitul-Mal penuh dengan harta. Setelah khilafah memasuki periode kemunduran, pendapatan negara menurun sementara pengeluaran meningkat lebih besar. Sedangkan pengeluaran membengkak antara lain disebabkan oleh kehidupan para khalifah dan pejabat semakin mewah. jenis pengeluaran makin beragam dan para pejabat melakukan korupsi. Kondisi politik yang tidak stabil menyebabkan perekonomian negara morat-marit. Sebaliknya, kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politik dinasti Abbasiyah kedua, faktor ini saling berkaitan dan tak terpisahkan.
- Terjadinya konflik keagamaan berkaitan erat dengan persoalan kebangsaan. Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong sebagian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme, dan Mazdakisme.
- Ada pula factor-faktor eksternal yang menyebabkan khalifah Abbasiyah lemah dan akhirnya hancur. Pertama, terjadinya perang salib yang berlangsung beberap periode atau beberapa gelombang dan menelan banyak korban. Kedua, serangan tentara Mongol kewilayah kekuasaan Islam.
G.
DAFTAR PUSTAKA
·
Hassan, Hassan Ibrahim, Sejarah dan Kebudayaan Islam,(Yogyakarta: Penerbit Kota Kembang,
1989).
·
Sunanto, Musrifah, Sejarah Islam Klasik, (Jakarta: Prenada Media, 2004).
·
Watt, W.Montgomery, Kejayaan Islam: Kajian Kritis dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta:
Tiara Wanaca Yogya, 1990).
·
Yatim, Badri, Sejarah
Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1997).
·
http//:Wikipedia.org
Cafer Makalah
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kulliah
Sejarah Peradapan Islam (SPI)
Oleh
Amirul Muttaqin
1110033100056
Tuti
Maisaroh
1110033100052
Siti
Fatimah
1110033100050
JURUSAN AQIDAH
FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2011 M
[1] Musyrifah
Sunanto, Sejarah Islam Klasik,(Jakarta:
Prenada Media,2004), hal.47-48.
[2] W.
Montgomery Watt, Kejayaan Islam: Kajian
Kritis dari Tokoh Orientalis, (Yogyakarta:Tiara Wanaca Yogya,1990 ), hlm.
28.
[3]
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta:PT
Raja Grafindo Persada,1997), hlm. 50.
[4] http//:Wikipedia.org
[5]
Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik,(Jakarta:Prenada Media, 2004), hlm.
50-51.
[6]
Hassan Ibrahim Hassan, op. cit., hlm. 129.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar