Senin, 16 April 2012

Konsepsi Tentang Lima kekekalan Menurut Al-Râzi

A.     Pendahuluan
Seblum Memasuki pembahasan Lima kekekalan Kami akan membahas sedikit kutipan bahwa Al-Râzi adalah seorang rasionalis murni. Ia mempercayai hanya akal, di bidang kedokteran, studi klinis yang dilakukannya telah menghasilkan metode yang kuat tentang penemuan yang berpijak pada observasi dan
eksperimen. Hal ini juga terbukti dari karangannya yang di terjemahkan oleh E.G. Browne dalam Arabian Medicine, ia menerjemahkan satu halaman yang mungkin di ambil dari hawi. Bunyi terjemahan tersebut ialah:
“Tuhan, segala puji bagi-Nya, yang telah memberi kita akal agar dengannya kita dapat memperoleh sebanyak-banyak manfaat; inilah karunia terbaik Tuhan kepada kita. Dengan akal kita dapat mengetahui yang gelap, yang jauh,dan yang tersembunyi dari kita. dengan akal pula, kita dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, suatu pengetahguan tertinggi yang dapat kita peroleh. Jika akal sedemikian mulia dan penting, maka kita tidak boleh melecehkannya; kita tidak boleh menentukannya, sebab Ia adalah penentu, atau mengendalikannya, sebab Ia adalah Pengendali, atau memerintahnya, sebab Ia adalah pemerintah; tapi kita harus merujuk kepadanya dalam segala hal dan menentukan segala masalah dengannya; kita harus sesuai dengan perintahnya”.[1]
B.      Pembahasan
Konsepsi Lima Kekekalan
Konsep lima kekekalan menurut Al-Razi, kalau disebutkan dalam bahasa Arab adalah
الله سبحا نه و تَعَالَى, وَالنَّفْسُ الْكُلِّيَةِ, وَالْهَيُوْ لاَ الاُوْلَى, وَالْمَكَانُ الْمُطْلَقْ, وَالزَّمَانُ المُطْلَق
Artinya: Tuhan, Jiwa Universal, Materi Pertama, Ruang Absolut, dan Zaman Absolut.
Mengenai yang terakhir ia membuat perbedaan antara zaman mutlak dan zaman terbatas yaitu diantaranya (al-dahr, duration) dan (al-waqt, time). Yang pertama kekal dalam arti tidak bermula dan tak berakhir, dan yang kedua disifati oleh angka. Dia juga mengatakan dalam kemaujudan lima hal berikut adalah perlu: kesadaran bahwa materi terbentuk oleh susunan; ia berkaitan dengan ruang, karena itu harus ada ruang (tempat); pergantian bentuknya merupakan kekhasan waktu, karena ada yang dahulu dan ada yang berikut, dan karena waktu, maka ada kekunoan dan kebaruan, adanya kelebihtuaan dan kelebihmudaan; karenanya waktu itu perlu. Dalam kemaujudan, terdapat kehidupan, karena itu musti ada ruh? Dan dalam hal ini; mesti ada yang dimengerti dan hukum yang mengaturnya harus sepenuhnya sempurna; karena itu, dalam kenyataan ini, harus ada pencipta, yang bijaksana, mahatau, melakukan segala sesuatu sesempuna mungkin, dan memeberikan akal sebagai bekal mencari keselamatan.[2]
Dua dari yang lima kekal itu hidup dan aktif, Tuhan dan Roh. Satu daripadanya tidak hidup dan pasif, yaitu materi. Dua lainnya tidak hidup, tidak aktif dan tidak pula pasif, ruang dan masa. Bagi benda (being) kelima hal ini ada.[3]
1)      Materi; merupakan apa yang bisa ditangkap dengan panca indra tentang benda itu.
Menurut al-Razi kemutlakan materi pertama terdiri atas atom-atom. Setiap atom mempunyai volume; kalu tidak, maka dengan pengumpulan atom-atom itu, tidak dapat dibentuk. Bila dunia di hancurkan maka ia juga terpisah-pisah dalam bentuk atom-atom. Dengan demikian, materi berasal dari kekekalan, karena tidak mungkin menyatakan bahwa sesuatu berasal dari ketiadaan.
Apa yang lebih padat menjadi unsur bumi (tanah), apa yang renggang dari unsur bumi menjadi unsur air, apa yang lebih renggang lagi menjadi unsur udara, dan yang jauh lebih jarang lagi menjadi unsu api.
Al-Razi memberikan dua bukti untuk memperkuat pendapatnya tentang kekekalan materi. Pertama, penciptaan adalah bukti; dengan demikian mesti ada penciptanya. Apa yang diciptakan itu ialah materi yang terbentuk. Tetapi, mengapa kita membuktikan bahwa Pencipta ada terlebih dahulu dari apa yang dicipta ? dan bukannya yang diciptakan itu yang lebih dahulu ada ? bila benar bahwa wujud tercipta (atau lebih tepat: dibuat (masnu’) ) dari sesuatu dari kekuatan agen, maka kita dapat mengatakan, apabila agen ini kekal dan tak dapat di ubah denagan kehendak-Nya, maka yang menerima tindak kekuatan ini tentu kekal sebelum ia menerima tindak tersebut.[4]
Bukti kedua berlandaskan ketidakmungkinan penciptaan dari ketiadaan. Penciptaan, katakanlah, yang membuat sesuatu dari ketiadaan, lebih mudah daripada menyusunnya. Diciptakannya manusia oleh Tuhan dalam sekejap lebih mudah daripada menyusun mereka dalam empat puluh tahun. Ini adalah premis pertama. Pencipta yang bijak tidak lebih menghendaki melaksanakan apa yang lebih jauh dari tujuan-Nya daripada yang lebih dekat, kecuali apabila Dia tidak mampu melakukan apa yang lebih mudah dan lebih dekat. Ini adalah premis kedua. Kesimpulan dari premis-premis ini adalah bahwa keberadaan segala sesuatu pati disebabkan oleh pencipta dunia lewat penciptaan dan bukan lewat penyusunan. Tetapi apa yang kita lihat terbukti sebaliknya. Segala sesuatu di dunia ini dihasilakan oleh susunan dan bukan oleh penciptaan. Bila demikian  maka, Ia tidak mampu menciptakan dari ketiadaan, dan dunia ini wujud melalui susunan sesuatu yang asalnya adalah materi.[5]
2)      Ruang; kerena materi menagambil tempat.
Sebagaimana telah dibuktikan bahwa materi itu kekal, dan karena materi menempati ruang, maka ada ruang yang kekal. Alasan ini hampir serupa dengan alasan al-Iransyahri. Tetepi al-Iransyahri mengatakan bahwa ruang merupakan kekuasaan nyata tuhan. Al- Razi tak mengikuti definisi kabur gurunya. Bagi dia, ruang adalah tempat keberadaan materi.
Menurt al-Razi ruang ada dua macam: ruang universal atau mutlak, dan ruang tertentu atau relatif. Yang pertama tak terbatas, dan tidak bergantung kepada dunia dan segala yang ada di dalamnya.
Kehampaan ada di dalam ruang, dan karenanya, ia berada di dalam materi. Sebagai bukti dari ketidakterbatasan ruang, al-Iransyahri dan al-Razi mengatakan, bahwa wujud yang memerlukan ruang tidak dapat maujud tanpa adanya ruang, meski ruang bisa maujud tanpa adanya wujud tersebut. Ruang tak lain adalah tempat bagi wujud-wujud yang membutuhkan ruang. Yang berisi keduanya, yaitu wujud, atau bukan wujud. Bila wujud, maka ia harus berada di dalam ruang, dan di luar wujud ini adalah ruang atau tiada-ruang; bila tiada-ruang, maka ia adalah wujud dan terbatas. Bila bukan wujud, ia berarti ruang. Karenanya, ruang itu tak terbatas, bila orang berkata bahwa ruang mutlak ini tak terbatas, maka ini berarti bahwa batasannya adalah wujud. Karena setiap wujud itu berbatas, sedang setiap wujud berada di dalam ruang, maka ruang bagaimanapun tak terbatas. Yang tak terbaatas itu adalah kekal, karenanya ruang itu kekal.[6]
3)       Zaman; karena meteri berubah-ubah keadaannya, dan perubahan menandakan zaman, maka zaman itu mesti kekal  pula kalau materi kekal.
Zaman (waktu) merupakan substansi yang mengalir (jauhar yajri). Al-Razi menentang merka (Aristoteles dan para pengikutnya) yang berpendapat bahwa waktu adalah jumlah gerak benda, karena jika demikian, maka tidak mungkin bagi dua benda yang bergerak untuk bergerak dalam waktu yang sama dengan dua jumlah yang berbeda.
Al-Razi membagi waktu menjadi dua macam, yaitu: waktu mutlak dan waktu terbatas (mahsyur). Waktu mutlak adalah keberlangsungan (al-dahr). Ia kekal dan bergerak. Sedang waktu terbatas adalah gerak lingkungan-lingkungan, matahari dan bintang-gemintang. Bila anda berfikir tentang gerak keberlangsungan, maka anda dapat membayangkan waktu mutlak, dan ia itu kekal. Jika anda membayangkan gerak bola bumi, berarti anda membayangkan waktu terbatas.[7]
4)      Diantara benda-benda yang ada hidup dan oleh karena itu perlu ada roh. Dan diantara yang hidup ada pula yang berakal yang dapat mewujudkan ciptaan-ciptaan yang teratur.[8]
5)      Semua ini perlu ada Pencipta Yang Mahabijaksana lagi Mahatau (Tuhan).
Kebijakan Tuhan itu maha sempurna. Ketidaksengajaan tidak dapat di sifatkan kepadan-Nya. Kehidupan berasal darinya sebagaimana  sinar datang dari matahari. Ia mempunyai kepandaian sempurna dan murni. Tuhan menciptakan sesuatu, tiada bisa menandingi-Nya, dan tak sesuatupun yang dapat menolak kehendaknya.
Sebagaimana Ruang, waktu atau zaman juga dibedakan oleh Al-Razi antara waktu mutlak (tak terbatas) dan juga waktu terbatas. Untuk pertama dia menyebutkan bersifat qadim dan subtansi bergerak dan mengalir. Sementara itu waktu terbatas  adalah waktu yang berlandaskan padda penggerakan planet-planet, perjalanan bintang-bintang, waktu terbatas ini tidak kekal yang dia sebut dengan al-waqt, Dengaan demikian, waktu mutlak atau absolut. Menurut Al-Râzi sudah ada sebelum adanya waktu terbatas ini yang terikat dengangerakan bola bumi.[9]
C.      Penutup
Inilah, yang bisa penulis kemukakan pada tulisan yang sangat sederhana ini. Penulis yakin masih banyak kekurangan-kekurangan  dalam Paper ini akan tetapi alangkah bagusnya kita saling mencari yang lebih baik dan belajar dari kesalahan. Dan kmi harap maklum

Harapan penulis kepada yang membaca makalah ini, semoga pembaca meniatkan  semua kegiatannya  ikhlas karena Allah SWT supaya mendapat pahala dalam mencari ilmu filsafat islam klasik ini. Penulis mohon do’a kepada pembaca semua, khususnya pada guru kita. semoga selalu bertambah ilmu setiap harinya dan lancar dalam segala urusan serta dapat apa yang dicita-citakan. Amien ya rabbal alamin!
Akhir kata, dangan segala kekurangan dan kesalahan penulis mintak maaf, beribu-beribu maaf, karena penulis hanyalah manusia biasa yang ta’luput dari kesalahan, Semua yang benar itu datang dari Allah dan yang salah itu datang-nya dari penulis peribadi.
D.     Daftar pustaka
Ø  M.M. Syarif, M.A. Para Filosof Muslim.(Bandung : Mizan Angota IKAPI) cet IV, Sa’ban 14 Maret 1992.
Ø  Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2008), cet 12.
Ø  Prof. Dr. H. Sirajuddin zar, MA, filsafat islam Filosof dan Filsafatnya (jakarta Rajawali prs 2009)


6. M.M. Syarif, M.A. Para Filosof Muslim. hal. 38.
[2] Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2008), cet 12, h.12
[3] Ibid.,h. 12-13.
[4] M.M. Syarif, M.A. Para Filosof Muslim. hal. 44
[5] M.M. Syarif, M.A. Para Filosof Muslim. hal.. 45.
[6] M.M. Syarif, M.A. Para Filosof Muslim. hal.45-46.
[7] M.M. Syarif, M.A. Para Filosof Muslim. hal. 46.
8Harun Nasution, Falsafat dan Mistisme dalam Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 2008), cet 12, h.13.

[9]Prof. Dr. H. Sirajuddin zar, MA, filsafat islam Filosof dan Filsafatnya Hal. 120

Cafer Makalah
Konsepsi Tentang Lima kekekalan Menurut Al-Râzi
Disusun untuk Tugas Mata Kulliah
Filsafat Islam Clasic


Oleh:
Amirul Muttaqin
1110033100056
JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M


2 komentar: