Jumat, 18 Mei 2012

Surga dan Neraka faham aliran ilmu kalam


A.    Pendahuluan
Sejarah telah mencatat, bahwa perselisihan serta perbedaan aqidah di kalangan kaum muslimin yang pada akhirnya menimbulkan firqah-firqah, atau golongan-golongan atau aliran-aliran adalah bermula dari persoalan-persoalan politik pasca wafatnya nabi Muhammad SAW, dan puncaknya terjadi pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib pada tahun 661 M.[1]Dimana pengangkatan Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah ini banyak mendapat tantangan dari pemuka-pemuka yang berambisi menjadi khalifah, diantaranya adalah
Thalhah bin Zubair dan Muawiyah.
Dalam hal ini Penulis akan membahas pemahaman dari berbagai faham aliran Mengenai “Surga dan neraka”  akan tetapi penulis akan fokus pada perbandinngan baik dari aliran Mu’tazilah, Asy’ariah dan al-Maturidiah da juga dari aliran Qodariah, dalam hal ini kami akan memcoba membandingkan bagai mana pendapat-pendapat mereka mengenai “Surga dan Neraka”.
B.     Pembahasan
Pendapat-pendapat “surga dan neraka” menurut pandangan dari berbagai aliran.
a.      Mu’tazilah
Mu’tazilah adalah suatu aliran yang dipimpin oleh Wasil bin Atho’. Beliau itu asalnya murid dari Hasan Basri (tokoh ahli sunnah wal jama’ah). Setelah dirasa tidak cocok, maka Wasil bin Atho’ keluar dari Ahli sunnah dan mendirikan partai sendiri yang dinamakan aliran Mu’tazilah. Mu’tazilah artinya; orang yang menyendiri, Maksudnya menyendiri dari aliran ahlu sunnah wal jama’ah.
Dan aliran ini adalah aliran yang lebih menonjolkan akal fikir daripada wahyu ilahi. Atau aliran yang mendahulukan akal fikir kemudian diikuti oleh wahyu ilahi.
Jadi prinsip aliran ini bertolak belakang dengan prinsipnya ahli sunnah wal jama’ah. Kalau aliran ahli sunnah wal jama’ah itu lebih mendahulukan wahyu, sedangkan akal fikir belakangan.
Jadi faham Mu’tazilah mengenai Surga dan Neraka, menurut aliran ini mengenai Surga dan Neraka sekarang ini aliran itu mengatakan belum ada, hanya diberitakan saja. Dan adanya itu nanti setelah hari kiamat. Adapun alasannya juga dari Alqur-an :
@ä. ô`tB $pköŽn=tæ 5b$sù ÇËÏÈ   4s+ö7tƒur çmô_ur y7În/u rèŒ È@»n=pgø:$# ÏQ#tø.M}$#ur ÇËÐÈ  
Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.  (Arrohman ayat 26-27)
“Segala sesuatu (manusia) yang diatas bumi akan rusak, hancur (fana’) Dan yang tetap hanya Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemulyaan”
Ayat ini menerangkan tentang undang-undang qiamat, bahwa pada waktu qiamat nanti semua langit dan bumi dan apa saja yang ada didalamnya akan hancur. Kecuali yang tidak hancur hanyalah Alloh sendiri. Bukankah dalam Alqur-an ada ayat yang menerangkan: كل شي هالك الا وجه “Tiap-tiap segala sesuatu rusak, kecuali Dzat Alloh”.
Dengan dasar ini maka bila surga dan neraka sekarang ini sudah ada (berarti belum dimasuki oleh manusia), sudah dihancurkan lagi. Ini mustahil, belum ditempati sudah dihancurkan lagi. Terlebih lagi, manusia yang masuk surga dan neraka itukan setelah qiamat.
Karena itu maka mereka berpendapat bahwa surga dan neraka sekarang ini belum diciptakan dan diciptakannya itu setelah hari qiamat.
Dan bila diciptakan setelah hari qiamat (sudah tidak ada kehancuran lagi), ini sesuai dengan sifatnya surga dan neraka, yakni kekal. خالدين فيها
Tapi kalau dibangun sebelum qiamat, maka pada hari kiamat nanti akan hancur.. Dan bila hancur berarti surga dan neraka tidak kekal, tidak.[2] خالدين فيها  
            Mengenai Ajaran Mu’tazilah yang ketiga (Al-wa’d wa al- waid) ini sesuai denga keadilan, jelasnya siapa yang berbuat baik akan dibalas dengan baik, sebaliknya masalah keburukan dibalas dengan keburukan, selain memenui jajinya yaitu memberi pahala bagi orang yang taat dan menyeksa bagi orang yang berbuat maksiat kecuali bagi orang yang bertaubat. Mangkanya dari itu tidak ada harapan bagi pendurhaka kecuali ia taubat, oleh karena itu kedurhakaan yang meneyebabkan pelakunya masuk neraka adalah kejahatan yang termasuk dosa besar, sedangkan terhadap dosa kecil tuhan mungkin mengampuninya.[3]
b.      Asy’ariah
Jika disebut paham Asy'ari, kita maksudkan keseluruhan penjabaran simpul ('aqidah) atau simpul-simpul('aqa'id) kepercayaan Islam dalam Ilmu Kalam yang bertitik tolak dari rintisan seorang tokoh besar pemikir Islam, Abu al-Hasan 'Ali al-Asy'ari dari Basrah, Iraq, yang lahir pada (260 H./873 M). dan wafat pada (324H./935 M). Jadi dia tampil sekitar satu abad setelah Imam al-Syafi'i (wafat pada 204 H./819 M.).
Menurut Asy’ari, seorang muslim yang melakukan perbuatan dosa besar dan meninggal dunia sebelum sempat bertaubat, tetap dihukumi mukmin, tidak kafir, tidak pula berada diantara mukmin dan kafir, dan di akhirat terserah Allah SWT dengan beberapa kemungkinan:
1)      Ia mendapat ampunan dari Allah dengan rahmat-Nya sehingga pelaku dosa besar tersebut memasukkannya kedalam surga.
2)      Ia mendapat syafaat dari Nabi Muhammad SAW sesuai dengan sabda beliau:“Syafaatku adalah untuk umatku yang melakukan dosa besar”
3)      Allah memberikan hukuman kepadanya dengan dimasukkan kedalam siksa neraka sesuai dengan dosa besar yang dilakukannya, kemudian dia memasukkannya ke surga.[4]
Tentang janji dan ancaman Menurut aliran ini bahwa al-Quran menegaskan, siapa yang berbuat baik makan dia akan masuk surga, dan siapa yang berbuat jahat maka akan masuk neraka, untuk menegasi persoaln ini kalimat Arab, Man Alazna dan sebagaiya yang menggambarkan arti siapa, oleh aliran ini diberi interpretsi “bukan semua orang tetapi sebagian” disubutkan dalam Surah Al-luma’. Ayat 77, “Disebut sebutkan dalam Al-Nisak, ayat 10,
¨bÎ) tûïÏ%©!$# tbqè=à2ù'tƒ tAºuqøBr& 4yJ»tGuŠø9$# $¸Jù=àß $yJ¯RÎ) tbqè=à2ù'tƒ Îû öNÎgÏRqäÜç/ #Y$tR ( šcöqn=óÁuyur #ZŽÏèy ÇÊÉÈ
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).
Aliran Asy’ariah memahami ayat ini bukan semua orang melainkan hanya sebagian saja, dengan kata lain yang diancam akan mendapatkan hukuman bukan semua orang tetapi hanya sebagian orang yang menelan harta anak yatim piatu, yang sebagian akan terlepas dari ancaman dengan dasar kekuasaan dan kehendak mutlak tuhan, dengan inerpretasi ini Asy’ari mengatasai persoalan wajibnya tuhan menempati janji dan menjalankan ancaman.[5]
c.       Maturidiah
Golongan bukhara dalam hal Surga dan Neraka,  tidak sepaham dengan pemahaman dengan aliram Asy’ari, dalam pendapat mereka, seperti dijelaskan oleh al-bazdawi, tidak mungkin tuhan melanggar janjinya untuk memberi upah dengan orang yang berbuat baik, tetapi sebaliknya bukan tidak mungkin tuhan membatalkan ancaman untuk memberi hukuman kepada orang yang berbuat jahat, oleh karena itu nasib orang yang berbuat dosa besar ditentukan oleh kehendak mutlak tuhan, jika tuhan berkehendak untuk memberi ampun kepada orang yang berbuat dosa besar tuhan tidak akan memasukkan kedalam neraka, tetapi kedalam surga;[6]
d.      Ahlus sunah Waljamaah
Ø  Ahlus Sunah Mengimani Adanya Surga dan Neraka
Sesungguhnya Surga dan Neraka sudah diciptakan oleh Allah Azza wa Jalla. Keduanya adalah makhluk yang kekal abadi tidak akan binasa. Surga disediakan bagi wali-wali Allah yang ber-takwa sedangkan Neraka adalah hukuman bagi orang yang bermaksiat kepada-Nya kecuali yang mendapatkan rahmat-Nya. Kenikmatan Surga tidak dapat dibayangkan oleh manusia, begitu pula siksa Neraka merupakan siksa yang besar, sangat dahsyat dan sangat mengerikan. Ahlus Sunnah wal Jama’ah telah sepakat bahwa Surga dan Neraka adalah makhluk Allah yang sudah di-ciptakan. Kemudian timbul firqah Mu’tazilah dan Qadariyah yang mengingkari pendapat itu. Mereka berpendapat bahwa keduanya (Surga dan Neraka) akan diciptakan Allah pada hari Kiamat nanti. Pendapat tersebut jelas sesat karena mengingkari dalil-dalil yang sudah jelas.[7]
Ayat-ayat Al-Qur-an dan hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjelaskan bahwa Surga telah disediakan untuk orang-orang yang bertakwa أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ  dan Neraka telah disediakan untuk orang-orang kafir أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِيْنَ . Ini menunjukkan bahwa Surga dan Neraka sudah diciptakan.
Menurut ahli sunnah wal jama’ah yang dihancurkan pada hari kiamat nanti itu hanyalah langit dan bumi, sedangkan surga dan neraka tidak ikut hancur, surga dan neraka tidak terkena undang-undang qiamat.[8]
Surga dan neraka sekarang ini sudah ada, dasarnya: karena diterangkan dengan kalimat اُعدًد (Telah disediakan). Disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa. Dan disitu kalimatnya diterangkan dalam bentuk fi’il madli(artinya sudah disediakan), Maka tentunya surga dan neraka sekarang ini sudah ada. Kalau memang surga dan neraka sekarang ini belum ada mestinya tidak diterangkan “sudah disiapkan”. Dengan adanya keterangan “sudah disiapkan”, berarti sudah ada. Yng mana disebutkan dalm al-Qur’an.
(#þqããÍ$yur 4n<Î) ;otÏÿøótB `ÏiB öNà6În/§ >p¨Yy_ur $ygàÊótã ßNºuq»yJ¡¡9$# ÞÚöF{$#ur ôN£Ïãé& tûüÉ)­GßJù=Ï9 ÇÊÌÌÈ
Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,[9]
            Dan juga firman Allah dalam surah Ali imran ayat 131 Mengunakan kalimat اُعدًد (Telah disediakan). Disediakan untuk orang-orang yang kafirDan disitu kalimatnya diterangkan dalam bentuk fi’il madli(artinya sudah disediakan), Maka tentunya surga dan neraka sekarang ini sudah ada. Kalau memang surga dan neraka sekarang ini belum ada mestinya tidak diterangkan اُعدًد  “sudah disiapkan”. Dengan adanya keterangan, “sudah disiapkan”, berarti sudah ada.

(#qà)¨?$#ur u$¨Z9$# ûÓÉL©9$# ôN£Ïãé& tûï̍Ïÿ»s3ù=Ï9 ÇÊÌÊÈ  
 Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.[10]
e.       Qodariah
Kemudian timbul firqah Mu’tazilah dan Qadariyah yang mengingkari pendapat itu. Mereka berpendapat bahwa keduanya (Surga dan Neraka) akan diciptakan Allah pada hari Kiamat nanti  
C.    Kesimpulan
Dari pembahasan yang menyangkut pemahaman antara Mu’tazzilah, ahlis sunah dan Asy’ariyah di atas, maka dapatlah ditarik beberapa garis besar sebagai berikut: Jadi Pendapat-pendapat mereka mengenai tentang, surga dan neraka itu Mu’tazilah mengatakan bahwa surga dan neraka itu masih blum dijadikan sesuai dengan firmana Allah dalam al-Qur’a dalm surah Arrohman ayat 26-27, yang berbunyi Semua yang ada di bumi itu akan binasa. Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.
Kemudia faham Ahlis sunnah bahwa surga dan neraka itu sudah dijadikan dengan alasan bahwa Allah telah berfiman dam surah ali imran ayat 133 “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, nah disini allah menggunakan “disediakan” jadi surga dan neraka it sudah disediakan,
Mu’tazilah       Asy’ariah         Maturdi           Salafiah
Quraan           Quraan             Quraan            Quraan
H, tawatir        H, tawatir        H, tawatir         H, tawatir
Akal                H, Mashur       H, Mashur       H, Mshur
Akal                H, ahad           H, ahad            H, ahad
Akal                akal                 akal                 akal
D.    Daftar pustaka
ü  Prof. Dr. Abdul Rozak, M.Ag dan Prof. Dr. Rosihan Anwar, M.Ag, Ilmu kalam Untuk UIN, Stain, Ptais.
ü  Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press, 1986.
ü  Harun Nasotion Teologi islam aliran-aliran sejarah analisa perbandingan Cetakan 2010, UI Press, 1986.

SURGA DAN NERAKA
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kulliah
Perbandingan Ilmu Kalam

Oleh:
Amirul Muttaqin
1110033100056
Affa Turrozanah
1110033100053





JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012 M


[1] Harun Nasution, Teologi Islam, Aliran-aliran Sejarah Analisa Perbandingan, UI Press, 1986, hal. 4.
[2] http://jalanpincang.wordpress.com/2011/06/01/surga-%E2%80%93-sudah-ada-belum-ya
[3] Prof. Dr. Abdul Rozak, M.Ag dan Prof. Dr. Rosihan Anwar, M.Ag, Ilmu kalam Untuk UIN, Stain, Ptais hal 85
[4] http://ryanfadhilah.blogspot.com/2012/04/mazhab-asyariyah.html.
[5] Harun Nasotion Teologi islam aliran-aliran sejarah analisa perbandingan hal 133
[6] Harun Nasotion Teologi islam aliran-aliran sejarah analisa perbandingan hal 133
[7] Lihat penjelasan ini dalam Kitab Syarhul ‘Aqiidah ath-Thahaawiyyah, hal. 420-431.  
Tahqiq dan takhrij Syaikh al-Albani dan Syarah kitab Lum’atil I’tiqaad, hal. 131-133,  oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin.
[8] http://almanhaj.or.id/content/3186/slash/0.
[9] Terjemahan Al-Qur’an, suratAli Imron ayat 133.
[10] Terjemahan Al-Qur’an, suratAli Imron ayat 131

1 komentar: