A. Pendahuluan
Syeh Waliyullah al-dahlawi, adalah seseorang
Ulamak yang serba bisa, dia tidak saja sebagai seorang ahli Hukum,[1] atau Mufasir,
dan juga Muhadis, tetapi dia juga dikenal dengan seorang sufi, dan juga Mujaddid,[2].
Oleh karena itu “Syeh Waliyullah al-Dahlawi ini salah
satu tokoh besar tarikat Naksabandiah di india, trutama Naqsabandiah
Mudzahairiah. Tariqah Naqsabandiah cabang Mudzahairiah berasal dari india.
B.
Pembahasan
a)
Biografi dan gurunya
Hari rabu 14 syawal
tahun 1114 H. ad-Dahlawi kecil dilahirkan dengan nama lengkap
Qutubuddin ahmad bin Abdurrahim bin Wajihuddin al-Umriy
ad-Dahlawi.
Sang ayah, Abdurrahim, merupakan ulama terkemuka di dahliy (nama tempat) yang
menguasai ilmu dhahir dan batin serta mempunyai derajat yang tinggi dalam thoriqoh
sufi. Meninggal dunia pada siang hari tahun 1176 H di kota delhi hari sabtu
bulan Muharram. Gelar Syaih Waliyullah diperoleh karena kedalamannya di bidang
agama.[3]
Kalau dilihat dari silsilahnya “Syeh waliyullah al-Dahlawi”
ini masih nyambug kepada Umar Ibn Khathab, Sehingga selain kata al-dahlawi,
dibelakan namanay sering dilengkapi dengan al-Umari, dan al-Faruqi ini dilihat
dari garis ayahnya, kalau dilihat dari garis ibunya “Syeh Waliyullh al-Dahlai”
menyambung kepada Ali ibn Thalib.
al-Dahlawi pada usia tujuh Tahun, sudah menghafal
al-Qura’an secara keseluruhan, dan di usia lima belas tahun Syeh Waliyullah
diinisiasi oleh ayahnya Syeh Abd al-Rahman, kedalam tarikat Naqsabandiah,
Qadiriyah dan juga Chistiyah. Tidak heran pada usia masih muda ini, ia sudah
menguasai berbagai ilmu pengetahuan, yang pada saat itu dinilai kajian tingkat
tinggi, dan diantara usia tujuh belas tahun sampai dua puluh sembilan tahun ia
mencurahkan tenaganya di Madrasah yang diwariskan oleh ayahnya. Pada usia 29
tahun ia beragkat ke-Hijaz untuk meneruskan pendidikanya, selama dua musim
Haji, (penjelasan ini diambil dari buku pembaharuan dalam islam, penulis
Harun Nasutiaon, yang diterbitkan di jakarta: bulan bintang,
halaman 13-14) dan belajar kepada ulamak terkenal disana.
Guru Syeh Waliyulah al-Dahlawi yang
paling penting adalah, al-Syaikh Abu Thohir Muhammad ibn Ibrohim al-Karuni, ia
bersama gurunya menyelesaikan tela’ah hadis sepuas hatinya. Menurut banyak
orang, pengaruh gurunya yang satu ini, hanya dapat dikalahkan oleh ayahnya
sendri, yaitu: Syeh Abd al-Rahim, bersama Abu Thohir, Seh Waliyullah al-Dahlawi
menyelesaikan telaahnya atas al-Kutub al-Sittah, dan juga al-Muaththok,
Musnad Ahmad Ibnu Hambal, al-Risalah dan al-Jami’al-Kabir Karya Imam
Syafi’, dan juga Musnad, Karnya al-Darimi,[4]
b)
Karya-karya.
Ad-Dahlawi merupakan pelajar yang cerdas dan ulet sehingga
tak ayal syehnya di madinah mengatakan bahwa “dia (ad-Dahlawi) mengambil sanad
dari lafadz dan saya hanya menbenarkan maknanya” bermodal kepintarannya semasa
belajar lahirlah bermacam-macam karya dari tangan beliau yang menunjukkan
betapa luas ilmu yang dikuasainya. Berikut nama-nama kitab berdasarkan disiplin
ilmunya.
Dalam bidang Ulum al-Qur`an:
1.
Fathu ar-Rahman fi tarjamah al-Quran dengan bahasa prancis
2.
Az-Zahrawin fi tafsir surah al-Baqarah wa al-Imran
3.
Al-fauzul Kabir fi ushul at-Tafsir. Menerangkan lima dasar al-quran dan
ta’wil huruf muqatha’ah.
4.
Ta`wil al-ahadits. Berbicara tentang kisah para nabi dan menerangkan
dasar diutusnya bersama kehidupan sebelum kenabian bersama kabilah kaumnya, dan
juga memaparkan hikmah ilahiyah di zaman mereka.
5.
Al-fath al-Khabir. Sama dengan bagian kelima dari kitab al-fauzul
Kabir fi ushul at-Tafsir dengan menitik beratkan kepada gharib al-Qur`an
dan tafsirnya yang diriwayatkan dari Abdullah ibn Abbas R.A.
6.
Qawanin at-Tarjamah. Menjelaskan metode terjemah al-Quran serta solusi
problematika didalamnya.
Dalam bidang Hadits wa
Ulumihi:
1.
Al-Musthafa syarh al-Muwatha`
2.
Al-Maswa syarh al-Muwatha` ditulis dengan bahasa arab dengan disertai
perbedaan madzhab dan penjelasan lafadz-lafadz yang gharib
3.
Syarh tarajim abwab al-bukhari
4.
An-nawadir min ahadits sayyid al-awail wa al-akhirin
5.
Arbain. Kumpulan empat puluh hadits yang diriwayatkan dari gurunya abi
thahir dengan sanad yang muttashil kepada ali bin abi thalib, R.A.
6.
Ad-dar ats-tsamin fi mubasyarat an-nabi al-amien
7.
Al-irsyad ila muhimmat al-isnad
8.
Risalah basyithah fi al-asanid. Ditulis dengan bahasa prancis.
Dalam bidang ushul ad-Din:
1.
Hujjatullah al-Balighah. Kitab yang membahas ilmu asrar asy-syariah dan
hukumnya.
2.
Izalah al-khafa` an khilafah al-khulafa`. Dalam bahasa arab.
3.
Husn al-Aqidah.
4.
Al-Inshaf fi bayan asbab al-Ikhtilaf.
5.
Aqd al-Jayyid fi ahkam al-ijtihad wa at-Taqlid.
6.
Al-budur al-Bazighah.
7.
Al-muqaddimat as-sunniyah fi intishar al-Firqah sunniyah.
Bidang Ilmu Hakikat dan Behaviourisme:
1.
Al-maktub al-Madani.
2.
Althaf al-Quds fi abayan lathaif an-Nafs.
3.
Al-Qawl al-Jamil fi Bayan sawa`i as-Sabil.
4.
Al-Intibah fi Salasil Awliya`Illah.
5.
Hama’at.
6.
Lama’at.
7.
Satha’at.
8.
Hawami’. Syarah Hizb al-Bahr.
9.
Syifa` al-Qulub.
10.
Khair al-Katsir.
11.
At-Tafhimat. Al-Ilahiyah.
12.
Fuyud al-haramain.
Bidang sejarah dan sastra:
1.
Surur al-Mahzun. Dalam bahasa prancis. Ringkasa kitab Nur al-Uyun fi
talkhis sir al-amien wa al-Ma`mun.
2.
Anfas al-Arifin. Kitab yang berisi biografi sesepuh beliau dan pembesar
keluarganya.
3.
Insan al-ain fi Masyayikh al-Haramain.
4.
Diwan asy-syi’ri al-Arabi.[5]
c)
Pemikirannya.
al-Dahlawi telah menghasilkan banyak kitab, diantaranya al-fauz
al-kabir fi ushul at-tafsir, yang berisi metodologi tafsir dan tafsiran baru yang
disesuaikan dengan zaman, termasuk didalamnya ide tentang asbab an-nuzul makro.
Gagasan-gagasan beliau oleh Pemikir Islam terutama di India. Pujian terhadap
ad-Dahlawi diantaranya diungkapkan oleh Muhammad Iqbal, seorang pujangga dan
penyair Islam dari Pakistan, “Syaih Waliyullah ad-Dahlawi adalah ulama besar
terakhir”. Sepeninggal ad-Dahlawi, gagasan pembaharuannya dilanjutkan dan
dikembangkan oleh Pemimpin gerakan pembaharuan Islam di India, seperti Syaih
Abdul Azizi (putranya) Sayid Ahmad Sahid, Syaih Ismail (cucu), Sayid
Syarifatullah, Shidiq Khan, dan lain sebagainya.
Pengertian Asbab an-Nuzul Makro
Ide asbab an-nuzul makro
diperkenalkan oleh asy-Syatibi dalam kitab al-muwafaqat fi ushul asy-syariáh,
yang mendefinisikan asbab an-nuzul sebagai situasi dan kondisi yang
melingkupi orang yang mengajak bicara, orang yang diajak bicara dan
pembicaraanya.[6] Ide tersebut dikembangkan oleh Syaih Waliyullah ad-Dahlawi
yang menganggap usaha ulama dalam mengumpulkan riwayat asbab an-nuzul mengada-ada.
Tujuan pokok diturunkannya al-Qur’an adalah untuk mendidik jiwa manusia dan
memberantas kepercayaan yang keliru dan perbuatan jahat lainnya. Tema-tema
dalam al-Qur’an menurut ad-Dahlawi – sebagaimana dikutip Hamim Ilyas – menunjuk
pada lima pengetahuan, yaitu:
1.
Pengetahuan
mengenai hukum ibadah, muámalah, dan lain-lain (ilm al-ahkam).
2.
Pengetahuan
mengenai bantahan terhadap empat kelompok sesat; Yahudi, Nasrani, munafik dan
musrik (ilm al-mukhasamat).
3.
Pengetahuan
mengenai peringatan akan nikmat-nikmat Allah (ilm at-tadkir bi ni’mat Allah).
4.
Pengetahuan
mengenai peringatan akan hari-hari Allah (ilm at-tadkir bi ayyam Allah).
5.
Pengetahuan
mengenai peringatan akan kematian dan masa sesudahnya (ilm at-tadkir bi
al-maut wa ma ba’da).[7]
Menurut Syeikh
Waliyullah al-Dahlawi Manusia mempunya tiga perangkat ruhani dengan
sifat-sifatnta yang khas, yaitu: Pertama adalah العقل,
akal adalah perangkat yang mampu menangkap hal-hal yang tidak dapat ditangkap
oleh indra, akallah yang mampu menciptakan khayalan, dan mampu mewujudkan
pertimbangan yang dapat memerintah terhadap jasmani dan ruhani serta mampu
menciptakan perenungan yang baik. Kedua adalah القلب, hati adalah perangkap yang mampu menangkap dan
mempertimbangkan sifat-sifat yang menonjol dalam dri manusia, yaitu berupa
Kasih sayang, Cinta, Ridha, Marah, Benci, Kikir. Cinta pangkat dan harta, hati
juga dapat menghentikan baik buruknya manusia. Ketiga adalah النفس, nafsu adalah merupakan prangkat ruhani yang mampu menimbulkan
rangsangan-rangsangan melalui kebutuhan perut dan seksual.
Selain itu juga
pendapat Syeikh Waliyullah Mengenai penyangga ihsan dalam kehidupan seseorang muslim.
Pertama النظافة (kebersihan), adalah Untuk membersihkan manusia
dapat dilakukan dengan wudhu, dan mandi sebagai mana yang diperintahkan dalam
agama islam, namun kebersihan ruhani dari segala kotoran yang dapat
mengakibatkan dosa. Kedua أقم الصلاة(Mendirikan
sholat), dengan mendrikan sholat seseorang selalu dapat mendapat lindungan dari
Allah SWT, dan juga didalam sholat juga
terwujud zikir yang mendalam, dan do’a intensif dalam kehadiran ruhani dan
jasmani serentak. Ketiga تطبيق كريم (berlaku murah hati),
sifat murah hati ini yang terdapat dalam dri manusia dapat mengatasi segala
nafsu serakah yang mengancam kebersihan ruhani. Keempat ينصف (berbuat adil) berbuat
adil disini mengarah untuk umun, dri sendri, keluarga dan kepada semua mahluk,
dan ini merupakan ajaran pokok agama islam.[8]
C.
Kesimpulan
Jadi pengetahuan tentang asbab an-nuzul mikro sebagaimana
banyak dikaji oleh ulama terdahulu harus ditopang dengan asbab an-nuzul makro
agar al-Qur’an sebagai petunjuk dan pedoman hidup bagi umat manusia dapat terus
hidup. Asbab an-nuzul dapat diketahui dengan periwayatan hadis dan
ijtihad. Kegunaan asbab an-nuzul antara lain untuk untuk menjelaskan
hikmah pentasyrián hukum, mentakhsiskan hukum, jalan terbaik memahami al-Qur’an
dan mengetahui sebab-sebab turunnya al-Qur’an. Penerapan asbab an-nuzul dalam
penafsiran al-Qur’an sangat terbatas dan kasusitik, sehingga asbab
an-nuzul hanyalah pelengkap penafsiran. Hal ini disebabkan asbab an-nuzul
tidak dipahami secara mikro dan makro, serta "kegemaran" untuk
berpegang pada keumuman kata.[9]
Jadi menurut Syeikh Waliyullah al-Dahlawi Manusia mempunya tiga
perangkat ruhani dengan sifat-sifatnta yang khas, dimana kami sudah kemukakan
diatas, Selain itu juga pendapat Syeikh Waliyullah Mengenai penyangga ihsan
dalam kehidupan seseorang muslim. Yaitu: Membersihkan manusia dapat dilakukan
dengan uduhu, dan kalau masalah ruhani dengan melaksnakan sholat, dan lain
sebagainya yang sudah kami siggung juga.
D.
Daftar Pustaka
Ø Laporan Penelitian Kolektif, Buku Ajar Tasawuf Pasca
Ibnu Arabi, Oleh Dr.Hj. Sri Mulyati, MA. Dan Dra. Wiwi Siti Sajaroh, M.Ag.
Ø Harun Nasution, Ensiklopedia
Islam, III (DEPAG: Jakarta , 1988)
Ø Muhamad Abdul Mujib, Ahmad Ismail dan Syafi’ah,
Ensiklopedia Tasawuf Imam al-Gazali, Penerbit Hikmah jakarta 2009
Caver
SYEKH WALIYULLAH AD-DAHLAWI
MAKALAH
Disusun untuk
Memenuhi Tugas Mata Kulliah
Tasawuf Pasca Ibn’Arabi
Oleh:
Amirul
Muttaqin
1110033100056
JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012 M
[1].Ahli Fiqih (al-faqih)
[2].Laporan Penelitian Kolektif, Buku Ajar Tasawuf
Pasca Ibnu Arabi, Oleh Dr.Hj. Sri Mulyati, MA. Dan Dra. Wiwi Siti Sajaroh,
M.Ag. hal 126
[3].Harun Nasution, Ensiklopedia
Islam, III (DEPAG: Jakarta , 1988) hlm. 911-915.
[4]. Laporan Penelitian Kolektif, Buku Ajar Tasawuf
Pasca Ibnu Arabi, Oleh Dr.Hj. Sri Mulyati, MA. Dan Dra. Wiwi Siti Sajaroh,
M.Ag. hal 125-126
[6]Hamim
Ilyas, Asbab an-Nuzul Dalam Studi Al-Qurán, dalam Yudian W. Asmin (ed.), Kajian
Tentang Al-Qurán dan Hadis : Mengantar Purna Tugas Prof. Drs. H.M. Husein Yusuf
(Yogyakarta: Forum Studi Hukum Islam Fakultas Syariáh IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 1994), hlm. 73.
[7]
http://bayuagustiar.blogspot.com/2011/07/syekh-waliyullah-ad-dahlawi.html
[8]
Muhamad Abdul Mujib, Ahmad Ismail
dan Syafi’ah, Ensiklopedia Tasawuf Imam al-Gazali, Penerbit Hikmah
jakarta 2009, hal 88-89
Tidak ada komentar:
Posting Komentar