Jumat, 06 Juli 2012

Filsafat Tentang Alam


A.    Pendahuluan 
Bentuk-bentuk ilmu pengetahuan persejarahnya berkembang di luar filsafat, atau lebih khususnya filsafat alam. Di universitas-universitas yang lebih tua, Kursi-kursi Filsafat Alam yang sudah mapan kini
sebagian besar dikuasai oleh para guru besar fisika. Catatan modern ilmu pengetahuan dan ilmuwan merujuk pada abad ke-19 (Webster's Ninth New Collegiate Dictionary menuliskan bahwa asal mula kata "ilmuwan" adalah dari tahun 1834). Sebelumnya, kata "ilmu pengetahuan" sekadar berarti pengetahuan dan gelar ilmuwan belumlah wujud. Karya ilmiah Isaac Newton dari tahun 1687 dikenal sebagai Philosophiæ Naturalis Principia Mathematica.[1]
B.     Pembahasan 
a)      Istilah Alam
Istilah alam (nature) ini digunakan dalam dua pengertian yang berbeda, pengertian yang pertama adalah  berarti jumlah obyek-obyek fisik dan material. Apa yang material adalah yang alami(Natura), ini perndapat dari flosof al-Kindi
Dan pengertian yang kedua adalah, Alam berarti perinsip primer tentang gerak dan diam, semua unsur sederhana tidak termasuk unsur-unsur lelangit, memperlihatkan suatu gerakan alami yang mempunyai suatu ahir dimana suatu unsur-unsur berhenti. Dalam pengertian yang kedua ini alam sangat menyerupai phsis Yunani,  suatu daya yang immanen, dan ada sendri dalam benda-benda yang menjadikannya bergerak, untuk mencapai bentuk atau tujuan alaminya tetapi sebagai seorang muslim al-Kindi tidak dapat menerima alam yang ada sendri. Alam diciptakan oleh tuhan yang menentukan alam semista yang diciptakan dan membuatnya berfungsi dalam siatuasi sistem yang mantap
 sedangkan difinisi alam segagai prinsip yang dciptakan oleh tuahan, sebagai penyebab dan diam, menyebabkan fisika, studi tentang alam, berkepentingan kepada benda-benda  yang gerak dan berubah-ubah dan sebaliknya matafisika yang berkepentingan dengan benda-benda yang tak bergerak atau abadi.[2]
Juga al-kindi berpendapat bahwa alam ini terdri dari dua bagian, yakni alam yang terletak dibawah falak bulan, dan juga alam yang merentang tinggi sekjak dari falak bulan sampai ke-ujung alam. Jenis alam yang pertama adalah terdri dari empat unsur, yaitu: Air, Api. Udara, dan Tanah. Keempat unsur itu berkualitas dingin, panas, kering, juga basah yang merupakan pelambang dari berubahan, pertumbuhan dan pemusnahan, sedangkan pada jenis alam yang kedua adalah tidak dapat dijumpai empat unsur-unsur pada alam yang pertama, karena tidak mengalami perubahan dan kemusnahan, dengn kata lain alam yang kedua, adalah abadi sifatnya.[3]
b)     Alam
Mengenai pemikiran filsafat alam, maka yang pastinya berada sesudah pemikiran tuhan dan jiwa, dan setelah itu datanglah pemikiran filsafat alam. Alam ini bukanlah rupa tuhan sama seperti jiwa, karena antra benda dan alam rohani tidak tidak ada persamaan atau kemiripan sama sekali. Alam merupaka bekas tuhan yang padanya berkilawan sifat-sifat tuaha. Seperti keesaan, kebenaran dan juga keindahan, akan tetapi sifat-sifat ini bekurang dan juga berbeda-beda, disebabkan karena kekurangan alam dan perbedaan wujud-wujudnya.
Sebab semiua yang wujud hanyalah satu karena mahijjah(essence) tetapi ada perbedaan antara ke-tuggalan benda (jasim) yang bisa dibagi-bagi dengan kejasmanian-nya, denga ketunggalanya jiwa yang tidak bisa terbagi sama sekali, maskikipun pada jiwa ini kita bisa menbedakan antara kekuatan dan pekerjaan yang bermacam-macam tiap-tiap yang wujud adalah benar,karena ia mewujudkan essensi(mahijjah)-nya, sedangkan tempat semua essensi adalah tuahn. Jadi kebenaran semua yang wujud terletak pada kemiripannya dengan kebenaran yang dengan sendrinya(Tuhan)
Oleh karena itu tiap-tiap yang wujud juga baik, karena ia wujud, sedangkan yang wujud lebih baik daripada yang tidak wujud(Ma’dum) dan juga oleh karena tiap-tiap essensi adalah satu kesatuan yang serasi. Tiap-tiap yang wujud juga indah, karena kesserayan atau kesatuan antara bagian-bagian-nya menjadi tanda keindahan sesuatu, baik menimbulkan kesatuan menimblkan keindahan,
Alam pada keseluruhan adalah satu, benar, baik, dan juga indah. Dan oleh karena itu maka menjadai jalan atau alat untuk merennungkan Tuhan, tetapi sedudah jiwa dan dalam batas yang lebih rendah.
c)      Keluarnya Alam dari Tuhan
Alam bukanlah suatu hal yang azali dan yang keluar dari tuhan dengan sendrinya[4], Artnya tampa kehendak tuhan, sebagaimana yang dikatakan oleh Plotinus dan golongan Manichaism, sebab perkataan ini berarti bahwa zat Tuhan dapat dibagi-bagi dan tiap-tiap bagian-nya menjadi terbatas dan berubah-rubah, sedangkan Tuhan adalh tunggal, tetap dan juga sempurna.
Jadi semua yang wujud ini adalh dibuat dari “Tiad­a” deng sati perbuatan bebas, dan juga hal ini dibuktikan dngan kenyataan bahwa alam ini tidak Azali (tidak dari dulu)
Pertanyaan: tentang apa yang dikerjakan oleh Tuahan, sebelum ada penciptaan seperti yang dikatakan oleh Plotinus dan golongan Manichaism, tidak ada gunanya karena kehendak Tuhan Azali, dan Perbuatanya juga Azali, tampa diraukan lagi. Pengertian “Sebleum” dan “Sesudah” Hanya terdapat pada Mahluk-mahluk yang diperbuatnya, karena “zaman” baru terdapat dengan adanya alam, dengan pengertian bahwa apa yang dinamakan zaman ialah bilangan gerak, sedangkan bilangan adalah Bertru-trut (ada yang dahulu ada yang belakang) dan apa yang bertrut-turut berarti tidak azali, dan mesti berhingga. Karena itu zaman pasti dapat dihitung an bagaimanapu juga kita diperkirakan jumlah bagi zaman, namun jumlah itu juga terbatas.
Dengan pertanyaan tadi, mengaapa mereka tidak bertanya mengenai “mengapa Tuhan menciptakan alam ini dalm tempat ini, an tidak diciptakanya ditempat lain.? Sebenarnya tidak adatempet tampa ada alam, segaimana tidak ada zaman tampa alam. Imaginasi saja yag menyangka ada zaman dan tapa yang terpisah kedua-duanya dari alam. Jadi mengatakan azalinya alam, maskipun mengakui adanya penciptaan, berlawanan dengan akan, sebagaimana juga berlawanan denganwahyu.
Apa yang menyebabkan Plotinus dan golongan Manichaism, mengatakn abahwa penciptaan dengan kemauan tidak terdaat pada Tuhan, Karena ia perkiraanya bahwa dengan demikian berarti Tuhan mempunya penghitungan, dan penghitungan ini menimbulkan perubahan pada Tuhan dan menurunkan Martabat dari Tuhan itu sendri, sehingga Tuhan sama dengan kita, akan tetapi sebenarnya pengitungan Tuhan berbeda penghitungannya denga Mahluk, seperti Perbedaan dengan sifat-sifat dan perbuatan-perbuatanya juga.[5]
C.    Penutup 
Inilah, yang bisa penulis kemukakan pada tulisan yang sangat sederhana ini. Penulis yakin masih banyak kekurangan-kekurangan  dalam  makalah ini akan tetapi alangkah bagusnya kita saling mencari yang lebih baik dan belajar dari kesalahan. Dan harap maklum.
Harapan penulis kepada yang membaca makalah ini, semoga pembaca meniatkan  semua kegiatannya  ikhlas karena Allah SWT supaya mendapat pahala dalam mencari ilmu ini. Penulis mohon do’a kepada pembaca semua, semoga selalu bertambah ilmu setiap harinya dan lancar dalam segala urusan serta dapat apa yang dicita-citakan. Amien ya rabbal alamin!
Akhir kata, dangan segala kekurangan dan kesalahan penulis mintak maaf, beribu-beribu maaf, karena penulis hanyalah manusia biasa yang ta’luput dari kesalahan,   Semua yang benar itu datang dari Allah dan yang salah itu datang-nya dari penulis peribadi
                   D. Daftar Pustaka. 
Hanafi, M.A. Filsafat skolastik, Penerbit Pustaka Alhusna, jln kebon sirih barat/39 Jakarta Pusat
  Dr. Hasyimsyah Nasution, M.A. Filsafat islam. Penerbit Gaya Media Pertama Jakarta. Cetakan I, April 1999/Muharram 1429 H

George N. Atiyeh. Al-Kindi tokoh filosof muslim cetakan I.1403 H-1983 M, Perpustakaan, salman institut teknologi bandung, Hal:7
   http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_alam. diakses pada hari senin tgl 02-jun, thn 2012.
 
FILSAFAT ALAM
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah
Filsafat Alam


Oleh:
Amirul Muttaqin
1110033100056








JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012 M


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_alam. diakses pada hari senin tgl 02-jun, thn 2012
[2]George N. Atiyeh. Al-Kindi tokoh filosof muslim cetakan I. 1403 H-1983 M, Perpustakaan, salman institut teknologi bandung, Hal:79
[3] Dr. Hasyimsyah Nasution, M.A. Filsafat islam. Penerbit Gaya Media Pertama Jakarta. Cetakan I, April 1999/Muharram 1429 H. Hal 21.
[4] By: Necessity
[5] A.Hanafi, M.A. Filsafat skolastik, Penerbit Pustaka Alhusna, jln kebon sirih barat/39 Jakarta Pusat. hal 113-115

Tidak ada komentar:

Posting Komentar