A.
Pendahuluan
Bentuk-bentuk ilmu pengetahuan persejarahnya
berkembang di luar filsafat, atau lebih
khususnya filsafat alam. Di universitas-universitas
yang lebih tua, Kursi-kursi Filsafat Alam yang sudah mapan kini
sebagian besar dikuasai
oleh para guru besar fisika. Catatan modern ilmu pengetahuan dan ilmuwan
merujuk pada abad ke-19 (Webster's Ninth New Collegiate Dictionary
menuliskan bahwa asal mula kata "ilmuwan" adalah dari tahun 1834).
Sebelumnya, kata "ilmu pengetahuan" sekadar berarti pengetahuan dan
gelar ilmuwan belumlah wujud. Karya ilmiah Isaac Newton dari tahun
1687 dikenal sebagai Philosophiæ
Naturalis Principia Mathematica.[1]
B. Pembahasan
a)
Istilah Alam
Istilah alam (nature)
ini digunakan dalam dua pengertian yang berbeda, pengertian yang pertama
adalah berarti jumlah obyek-obyek fisik
dan material. Apa yang material adalah yang alami(Natura), ini perndapat
dari flosof al-Kindi
Dan pengertian yang
kedua adalah, Alam berarti perinsip primer tentang gerak dan diam, semua unsur
sederhana tidak termasuk unsur-unsur lelangit, memperlihatkan suatu gerakan
alami yang mempunyai suatu ahir dimana suatu unsur-unsur berhenti. Dalam
pengertian yang kedua ini alam sangat menyerupai phsis Yunani, suatu daya yang immanen, dan ada sendri dalam
benda-benda yang menjadikannya bergerak, untuk mencapai bentuk atau tujuan
alaminya tetapi sebagai seorang muslim al-Kindi tidak dapat menerima alam yang
ada sendri. Alam diciptakan oleh tuhan yang menentukan alam semista yang
diciptakan dan membuatnya berfungsi dalam siatuasi sistem yang mantap
sedangkan difinisi alam segagai prinsip yang
dciptakan oleh tuahan, sebagai penyebab dan diam, menyebabkan fisika, studi
tentang alam, berkepentingan kepada benda-benda
yang gerak dan berubah-ubah dan sebaliknya matafisika yang
berkepentingan dengan benda-benda yang tak bergerak atau abadi.[2]
Juga al-kindi
berpendapat bahwa alam ini terdri dari dua bagian, yakni alam yang terletak
dibawah falak bulan, dan juga alam yang merentang tinggi sekjak dari falak
bulan sampai ke-ujung alam. Jenis alam yang pertama adalah terdri dari empat
unsur, yaitu: Air, Api. Udara, dan Tanah. Keempat unsur itu berkualitas dingin,
panas, kering, juga basah yang merupakan pelambang dari berubahan, pertumbuhan
dan pemusnahan, sedangkan pada jenis alam yang kedua adalah tidak dapat
dijumpai empat unsur-unsur pada alam yang pertama, karena tidak mengalami
perubahan dan kemusnahan, dengn kata lain alam yang kedua, adalah abadi
sifatnya.[3]
b)
Alam
Mengenai pemikiran
filsafat alam, maka yang pastinya berada sesudah pemikiran tuhan dan jiwa, dan
setelah itu datanglah pemikiran filsafat alam. Alam ini bukanlah rupa tuhan
sama seperti jiwa, karena antra benda dan alam rohani tidak tidak ada persamaan
atau kemiripan sama sekali. Alam merupaka bekas tuhan yang padanya berkilawan
sifat-sifat tuaha. Seperti keesaan, kebenaran dan juga keindahan, akan tetapi
sifat-sifat ini bekurang dan juga berbeda-beda, disebabkan karena kekurangan
alam dan perbedaan wujud-wujudnya.
Sebab semiua yang
wujud hanyalah satu karena mahijjah(essence) tetapi ada perbedaan antara
ke-tuggalan benda (jasim) yang bisa dibagi-bagi dengan kejasmanian-nya, denga
ketunggalanya jiwa yang tidak bisa terbagi sama sekali, maskikipun pada jiwa
ini kita bisa menbedakan antara kekuatan dan pekerjaan yang bermacam-macam
tiap-tiap yang wujud adalah benar,karena ia mewujudkan essensi(mahijjah)-nya,
sedangkan tempat semua essensi adalah tuahn. Jadi kebenaran semua yang wujud
terletak pada kemiripannya dengan kebenaran yang dengan sendrinya(Tuhan)
Oleh karena itu
tiap-tiap yang wujud juga baik, karena ia wujud, sedangkan yang wujud lebih
baik daripada yang tidak wujud(Ma’dum) dan juga oleh karena tiap-tiap
essensi adalah satu kesatuan yang serasi. Tiap-tiap yang wujud juga indah,
karena kesserayan atau kesatuan antara bagian-bagian-nya menjadi tanda
keindahan sesuatu, baik menimbulkan kesatuan menimblkan keindahan,
Alam pada
keseluruhan adalah satu, benar, baik, dan juga indah. Dan oleh karena itu maka
menjadai jalan atau alat untuk merennungkan Tuhan, tetapi sedudah jiwa dan
dalam batas yang lebih rendah.
c)
Keluarnya Alam
dari Tuhan
Alam bukanlah suatu
hal yang azali dan yang keluar dari tuhan dengan sendrinya[4],
Artnya tampa kehendak tuhan, sebagaimana yang dikatakan oleh Plotinus dan
golongan Manichaism, sebab perkataan ini berarti bahwa zat Tuhan dapat
dibagi-bagi dan tiap-tiap bagian-nya menjadi terbatas dan berubah-rubah,
sedangkan Tuhan adalh tunggal, tetap dan juga sempurna.
Jadi semua yang
wujud ini adalh dibuat dari “Tiada” deng sati perbuatan bebas, dan juga
hal ini dibuktikan dngan kenyataan bahwa alam ini tidak Azali (tidak
dari dulu)
Pertanyaan: tentang
apa yang dikerjakan oleh Tuahan, sebelum ada penciptaan seperti yang dikatakan
oleh Plotinus dan golongan Manichaism, tidak ada gunanya karena kehendak Tuhan
Azali, dan Perbuatanya juga Azali, tampa diraukan lagi. Pengertian “Sebleum”
dan “Sesudah” Hanya terdapat pada Mahluk-mahluk yang diperbuatnya, karena
“zaman” baru terdapat dengan adanya alam, dengan pengertian bahwa apa yang
dinamakan zaman ialah bilangan gerak, sedangkan bilangan adalah Bertru-trut
(ada yang dahulu ada yang belakang) dan apa yang bertrut-turut berarti tidak
azali, dan mesti berhingga. Karena itu zaman pasti dapat dihitung an
bagaimanapu juga kita diperkirakan jumlah bagi zaman, namun jumlah itu juga
terbatas.
Dengan pertanyaan
tadi, mengaapa mereka tidak bertanya mengenai “mengapa Tuhan menciptakan alam
ini dalm tempat ini, an tidak diciptakanya ditempat lain.? Sebenarnya tidak
adatempet tampa ada alam, segaimana tidak ada zaman tampa alam. Imaginasi saja
yag menyangka ada zaman dan tapa yang terpisah kedua-duanya dari alam. Jadi
mengatakan azalinya alam, maskipun mengakui adanya penciptaan, berlawanan
dengan akan, sebagaimana juga berlawanan denganwahyu.
Apa yang menyebabkan
Plotinus dan golongan Manichaism, mengatakn abahwa penciptaan dengan kemauan
tidak terdaat pada Tuhan, Karena ia perkiraanya bahwa dengan demikian berarti
Tuhan mempunya penghitungan, dan penghitungan ini menimbulkan perubahan pada
Tuhan dan menurunkan Martabat dari Tuhan itu sendri, sehingga Tuhan sama dengan
kita, akan tetapi sebenarnya pengitungan Tuhan berbeda penghitungannya denga
Mahluk, seperti Perbedaan dengan sifat-sifat dan perbuatan-perbuatanya juga.[5]
C. Penutup
Inilah, yang bisa penulis kemukakan pada
tulisan yang sangat sederhana ini. Penulis yakin masih banyak
kekurangan-kekurangan dalam makalah ini akan tetapi alangkah bagusnya
kita saling mencari yang lebih baik dan belajar dari kesalahan. Dan harap maklum.
Harapan penulis kepada yang membaca makalah ini, semoga pembaca meniatkan
semua kegiatannya ikhlas karena Allah SWT supaya mendapat pahala dalam
mencari ilmu ini. Penulis mohon do’a kepada pembaca semua, semoga selalu
bertambah ilmu setiap harinya dan lancar dalam segala urusan serta dapat apa
yang dicita-citakan. Amien ya rabbal alamin!
Akhir kata, dangan segala kekurangan dan kesalahan penulis mintak maaf,
beribu-beribu maaf, karena penulis hanyalah manusia biasa yang ta’luput dari
kesalahan, Semua yang benar itu datang
dari Allah dan yang salah itu datang-nya dari penulis peribadi
D. Daftar Pustaka.
Hanafi, M.A. Filsafat skolastik, Penerbit Pustaka Alhusna, jln kebon
sirih barat/39 Jakarta Pusat
Dr. Hasyimsyah Nasution, M.A. Filsafat islam. Penerbit Gaya Media
Pertama Jakarta. Cetakan I, April 1999/Muharram 1429 H
George N. Atiyeh. Al-Kindi tokoh filosof muslim cetakan I.1403
H-1983 M, Perpustakaan, salman institut teknologi bandung, Hal:7
http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_alam. diakses pada hari senin tgl 02-jun, thn 2012.
FILSAFAT ALAM
MAKALAH
Disusun untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah
Filsafat Alam
Oleh:
Amirul
Muttaqin
1110033100056
JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
2012 M
[2]George N. Atiyeh. Al-Kindi tokoh filosof
muslim cetakan I. 1403 H-1983 M, Perpustakaan, salman institut teknologi
bandung, Hal:79
[3] Dr. Hasyimsyah Nasution, M.A. Filsafat
islam. Penerbit Gaya Media Pertama Jakarta. Cetakan I, April 1999/Muharram
1429 H. Hal 21.
[4] By: Necessity
[5]
A.Hanafi,
M.A. Filsafat skolastik, Penerbit Pustaka Alhusna, jln kebon sirih barat/39
Jakarta Pusat. hal 113-115
Tidak ada komentar:
Posting Komentar