Rabu, 30 Mei 2012

Makna Kematian Menurut Sains Filosof dan Agama-agama

A.     PENDAHULUAN
Kehidupan berlangsung tanpa disadari dari detik ke detik. Sering kita tidak menyadari bahwa hari-hari yang dilewati justru semakin mendekatkan kita kepada kematian. Sangat mungkin, kematian datang selagi kita di kelas ini, sebelum menyelesaikan diskusi dan menghibur diri atas kemungkinan-kemungkinan tersebut karena takut.[1] Dalam al-Quran Allah berfirman: dalam surah al-jumaah ayat ke 29 yang artinya:
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, Maka Sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan".
disebutkan juga dalm surah al-angkabut, ayat 57 yang arinya: Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. kemudian hanyalah kepada Kami kamu dikembalikan.
Pada dasarnya, manusia memang takut pada hal-hal baru yang asing baginya. Demikian pun saat manusia dihadapkan pada peristiwa ‘mati’. Untuk hal ini, banyak ahli yang melakukan pendekatan khusus, dari mulai kajian medis, filsafat sampai perenungan agama yang akan dipaparkan sebagai berikut:
B.     Pembahasan.
a)    Makna kematian Menurut Sains
            Dalam buku karangan Drs.Sidi Gazalba yang berjudul Maut, Santoso membeiritakan tahap-tahap kematian. Proses kematian dapat dibagi dalam tiga tahap[2]:
Pertama: tahap preagonal (awal sakaratulmaut). Terjadi gangguan peredaran darah, tekanan darah nadi menurun dan sesak napas. Kesadaran masih ada tapi agak berkabut.
            Kedua: tahap agonal (sakaratulmaut). Hilang kesadaran, refleks mata tidak ada, pernapasan yang terputus-putus, gerak nadinya tidak terasa lagi, tapi masih dapat diraba pada bagian pembuluh darah leher.
            Ketiga: tahap mati-klinik. Tanda-tanda hidup yang dapat diperiksa dari luar, tidak dapat ditemukan lagi. Jantung dan pernapasan berhenti sama sekali.
            Dalam mati-klinik, orang masih dapat ditolong untuk hidup kembali. Tetapi setelah tahap ini lewat, berlangsunglah akhir kehidupan, yaitu mati biologi. Pada tahap ini seluruh kemampuan manusia, seluruh kepintaran ilmu tak mungkin menolong lagi. Sebab sel-sel otak mengalami kesukaran, yaitu mulai membusuk, yang diluar kemampuan manusia untuk menyembuhkannya.
            Jadi secara konkrit kematian atau maut itu adalah rusaknya jasmani atau bagiannya yang berfungsi. Visum et repertum tentang seseorang yang meninggal (dalam masyarakat yang modern) bertugas menerangkan sebab kematian. Sebab tersebut merupakan gejalan-gejala yang dapat diteliti, dapat dibuktikan, dapat diamati dengan pancaindra, sekalipun dengan alat, dan juga dapat diterima oleh pikiran.
            Berdasarkan anggapan bahwa dalam diri manusia ada roh, ilmu sudah semenjak dulu menumpahkan perhatian kepada roh itu. Tetapi sampai sekarang ia masih belum dapat mengatakan secara positif. Sebabnya kemampuan ilmu terletak pada penelitian segala sesuatu yang konkrit (materi) serta manifestasi dan peristiwa nyata. Karena ilmu tidak tahu apa roh itu sesungguhnya dan karena ia abstrak, tidaklah dapat dipastikan sebenarnya. Apakah dalam diri manusia ada roh ( kalau ada dimana tempatnya) dan apakah kematian berarti roh keluar (berpisah) dari jasmani?
            Jadi terhadap pertanyaan: Apakah kematian sesungguhnya menurut sains? Namun ilmu sains tidak dapat pula memberikan jawaban yang pasti dan sesungguhnya. Ia hanya dapat menerangkan gejala-gejala itu, ia tidak dapat mengatakannya dengan positif. Satu-satunya jalan untuk memperoleh keterangan positif tentang kematian ialah melakukan eksperimen mati. Eksperimen adalah metode ilmu yang paling ampuh untuk memaksa alam dalam membuka rahasianya.
            Di Universitas Chicago (Amerika Serikat) melakukan penelitian tentang bagaimana manusia itu dalam sakaratulmaut, yakni ketika manusia berada diambang pintu maut. Riset ini adalah dalam rangka menghimpun data tentang masalah mati. Penelitian itu berlangsung selama lima tahun dilakukan setiap hari selasa di kamar mati, kemana pasien-pasien yang menghadap maut dibawa. Banyak diantara pasien itu ingin menceritakan apa yang dialaminya. Tetapi kecepatan ajal melumpuhkannya untuk bercerita. Sebab satu kali orang mati, ia tidak dapat berbicara lagi. Adalah suatu kepastian setiap yang mati tidak mungkin hidup kembali.
            Dari data yang terkumpul, penelitian-penelitian itu menyimpulkan lima tingkatan terakhir dari perjalanan hidup ke ajal:
1.      Pengingkaran
2.      Kemarahan
3.      Tawar-menawar
4.      Kesediaan
5.      Kepasrahan
            Demikian kesimpulan Dr. Elizabeth Kubler-Ross, yang semenjak tahun 1965 bekerja di rumah sakit Universitas Chicago, yang ikut memimpin penelitian. Dan pengalamannya dalam penelitiannya itu ditulis dalam bikunya On Death and Diving, terbitan Macmillan.  
               Nyatalah metode ilmu yang begitu ampuh (penelitian dan eksperimen) tidak berdaya terhadap peristiwa mati, ia ternyata gagal bila dikenakan kepada masalah maut, ilmu tak mungkin menerangkan maut secara pasti.  hanya sepanjang yang dapat diterima oleh pancaindra.  Ia sangat sukses jika mencari kebenaran dan menyatakan kebenaran tentang manusia yang hidup, dunia hewan, tanaman dan benda mati, tetapi selubung rahasia mati tetap tertutup baginya.
b)     Makna kematian Menurut Filosof
Apabila suatu masalah berada di luar bidang penelitian dan eksperimen, maka ia menjadi bagian dari persoalan filsafat. Kita tidak bisa menyuarakan pandangan yang sama tentang kematian dari sudut ini, karena dalam filsafat sendiri mempunyai banyak aliran. Namun, pada dasarnya kesemua pendapat dapat dipulangkan ke dalam dua bagian besar, yakni materalisme dan idealisme[3].
               Jika ditanyakan kepada materialisme apa itu manusia? Maka jawabannya adalah : manusia itu materi, jasmani, terdiri dari sel-sel yang kongkrit, yang dapat ditangkap oleh indra. Saat dikejar pertanyaan tentang roh, fikir, rasa, kemauan dan kesadaran, materialisme ini bisa saja mengakui keberadaannya namun bukan sebagai sesuatu yang substansial, melainkan hanya aktifitas, kerja atau fungsi dari materi saja.
               Bagaimanakah kalau manusia mati? Materi manusia tidak lagi menjalankan fungsinya. Ia berubah bentuk. Tetapi tetap menjadi materi, dari materi kembali menjadi materi. Maka pertanyaan: apa itu maut? Dijawab oleh materialism dengan: berhentinya materi (jasmani) berfungsi atau bekerja. Apa yang terjadi sesudah mati? Dijawabnya: sesudah mati tidak apa-apa lagi.
Sejalan dengan paham diatas, alah satu tokoh materialisme, Aristoteles memang berpendapat bahwa analgi dari jiwa dan tubuh ibarat bentuk dan materi. Jiwa adalah bentuk dan tubuh adalah materi. Jiwa adalah penggerak tubuh, kehendak jiwa menentukan perbuatan dan tujuan yang akan dicapai. Aristoteles mengibaratkan jiwa dan tubuh bagaikan kampak. Jika kampak adalah benda hidup, maka tubuhnya adalah kayu atau metal, sedangkan jiwanya adalah kemampuan untuk membelah dan segala kemampuan yang membuat tubuh tersebut disebut kampak. Sebuah kampak tidak bisa disebut kampak apabila tidak bisa memotong, melainkan hanya seonggok kayu atau metal. Disadari oleh Aristoteles bahwa tubuh bisa mati dan oleh sebab itu, maka jiwanya juga ikut mati. Seperti kampak tadi yang kehilangan kemampuannya, manusia juga demikian ketika mati ia akan kehilangan kemampuan berpikir dan berkehendak.
               Tetapi jawaban seperti di atas di tolak oleh oleh kategosri filsafat yang kedua, yakni Idealisme. Pandangan idealisme beranggapan bahwa hakikat dari segala yang ada adalah roh. Roh adalah awal dan akhir. Semua berasal dari roh dan kembali pada roh.
               Apakah itu manusia? Pandangan idealism menjawab bahwa hakikat manusia adalah roh. Manusia yang kita hadapi itu bukanlah terdiri dari jasmani yang kongkrit yang dapat ditangkap panca indera. Materi hanyalah penjelmaan roh saja.        Jika manusia mati, penjelmaan roh itu berhenti. Materi kembali kepada asalnya, yaitu roh. Dan roh melanjutkan kehidupannya yang abstrak bagi metafisik.
Plato adalah salah satu tokoh idealisme, beliau dengan tegas membedakan jiwa dengan tubuh. Jiwa menurut pandangan Plato, tidak dapat mati karena merupakan sesuatu yang adikodrati berasal dari dunia ide. Meski kelihatan bahwa jiwa dan tubuh saling bersatu, tetapi jiwa adalah hal yang asing dalam tubuh karena asalnya pun berlainan.[4] Tubuh memenjarakan jiwa, oleh karenanya jiwa harus dilepaskan dari tubuh dengan dua macam cara yaitu pertama dengan kematian dan kedua dengan pengetahuan. Jiwa yang terlepas dari ikatan tubuh bisa menikmati kebahagiaan melihat ide karena selama ini ide tersebut diikat oleh tubuh dengan keinginan atau nafsu badaniah sehingga menutup penglihatan terhadap ide.
c)      Makna Kematian Menurut Agama-Agama
1. Agama Kristen
Kitab Suci memandang kematian sebagai hal yang alami dan sebagai akibat dosa..[5] Kematian ialah perpisahan antara tubuh dan roh. Jiwa atau kesadaran tubuh yang tidak memiliki roh. Tubuh bersifat sementara atau fana, sedangkan jiwa atau roh kekal. Karena itu, kematian bukan merupakan akhir dari kisah kehidupan manusia. Ketika manusia mati, tubuh insanilah yang berakhir atau lenyap, sedangkan jiwa atau roh manusia tetap hidup.
Jiwa orang-orang yang berada di dalam Kristus akan menerima keselamatan roh pergi ke sorga, sedangkan jiwa-jiwa yang menolak Yesus akan masuk ke dalam siksaan api neraka. Sesudah itu mereka dihukum untuk selama-lamanya kelautan api kekal.[7] Katolik Roma, percaya bahwa setelah kematian, jiwa orang yang meninggal berada di tempat penantian, dan jiwa itu dibersihkan sebelum masuk ke dalam ssorga. Protestan, mempercayai bahwa seseorang Kristen akan mati dan jiwanya langsung pergi bertemu Allah di sorga. Jiwa itu menantikan saat dibangkitkan dan kerajaan Kristus akan didirikan di dunia.
2. Agama Islam
Maut atau mati adalah terpisahnya “roh dari zat, jiwa dari badan atau keluarnya roh dari badan atau jasmani. Pada akhirnya, maut adalah akhir dari kehidupan dan sekaligus awal kehidupan (yang baru). Jadi maut bukan kesudahan, kehancuran atau kemusnahan. Maut adalah suatu peralihan dari suatu dunia ke dunia lainnya. Setiap manusia mesti mengalami akhir kehidupan itu, yang sering disebut dengan kematian. Hal ini dinyatakan secara tegas Al-Quranul Karim pada S. Ali ‘Imran: 185; “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan baru pada hari kiamatlah disempurnakan pahalamu. Barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia beruntung.
Kematian merupakan awal atau pintu gerbang menuju kehidupan. Dalam Al-Qur’an disebutkan bahwa sesungguhnya kematian itu sebenarnya kehidupan. Artinya, jika seseorang ingin hidup terus menerus, maka ia harus mengalami kematian terlebih dahulu. Tanpa kematian tidak akan ada kehidupan abadi. Atau dalam istilah Al-Qur;an, orang yang mati disebutkan “kembali kepada sang pencipta”. Manusia terbagi atas dua unsur yaitu roh/jiwa dan tubuh (jasad) adalah unsur tanah/bumi. Roh atau nyawa manusia adalah zat halus, yang pada waktu mati meninggalkan tubuhnya yang kasar itu
3. Agama Budha
Ada 3 (tiga) jenis kematian dalam agama Budha:
- Khanika Marana
- Sammuti Marana
- Samuccheda Marana
4. Agama Hindu
Menurut agama Hindu, kematian itu merupakan saat yang sangat penting, bahkan saat menentukan arti kehidupan seseorang. Kematian akan memberikan arti pada segala usaha dan kemeriahan yang kita dapatkan selama kita hidup. Oleh karena itulah dianjurkan agar orang segera mengingat Tuhan Yang Maha Esa pada saat meninggal.
Agama Hindu mempunyai keyakinan bahwa dengan mengingat dan bersujud pada Tuhan disaat meninggalkan badan kasar adalah sangat menentukan tempat yang akan dituju di alam sana .
Kesempatan untuk ingat Tuhan pada detik-detik kematian bukanlah hadiah atas tidak melakukan apa-apa. Ia merupakan hasil dari pembiasaan menyebut, memanggil, memuja dan menyembah, mengingat, meneriakkan dan menyerahkan diri menyeluruh kepada Tuhan. Tidak perlu berbangga diri jika memiliki ketenangan menyambut kematian, tanpa harus membiasakan diri membawa kesadaran kepada-Nya setiap hari. Hanya dengan membiasakan kesadaran ingat Tuhan pada saat meninggal akan terjadi, dan ia akan mampu mengantarkan kita ke tempat yang indah dalam spiritual.
Sesungguhnya kematian dan kehidupan secara fundamental bukanlah pengalaman-pengalaman yang tersendiri, yang terisolasi dari yang lain. Manakala ingatan masih bertahan, ini kita sebut tidur. Bila ingatan hilang sama sekali, disebut mati. Setiap orang Hindu mengharapkan agar mati di dekat sungai Gangga supaya tulang-tulang dan abu mereka dapat tenggelam di dalam air. Sehingga mereka dapat mengakhiri lingkaran kehidupan kembali.
C.      DAFTAR PUSTAKA
Ø Aprillins 2010, Perbandingan pemikiran Plato dan Aristoteles tentang jiwa dan raga, dilihat tanggal 28 mei 2012, dari <http://aprillins.com/2010/1682/perbandingan-pemikiran-plato-dan-aristoteles-tentang-jiwa-dan-raga/>.
Ø Gazalba, S 1975, Maut, Tintamas, Jakarta.
Ø Yahya, H, Hikmah kematian, dilihat tanggal 28 mei 2012, dari
Ø Ya’qub, H 1992, Filsafat agama, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta.
Caver
KEMATIAN MENURUT
MEDIS, FILSAFAT DAM AGAMA

                                                                                                          
Makalah
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Filsafat Manusia

Oleh:
Annisa Zahra
Amirul Muttaqin
Fitriani
M. Zahidin Arif

LOGO UIN NEW

JURUSAN AQIDAH FILSAFAT
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1433 H
2012

[1] Harun Yahya, Hikmah kematian, dilihat tanggal 28 mei 2012, dari <http://blognyafitri.wordpress.com/2012/05/20/hikmah-kematian/>.
[2] Sidi Gazaliba, Maut, (Jakarta: Tintamas, 1975), hal 51-54
[3] Sidi Gazaliba, Maut, (Jakarta: Tintamas, 1975), hal 51-54
[4] Hamzah ya’qub, Filsafat Agama, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya: 1992), hal. 153

Tidak ada komentar:

Posting Komentar